Senin, Januari 24, 2011

Murajaah sama Allah

Ibadah tilawah Al-Qur’an yang sering kita lakukan terkadang tidak lantas membuat kita bisa menghapal Al-Qur’an dengan optimal. Perlu adanya ibadah lanjutan yakni menghapal Al-Qur’an yang (menurut saya) sama rutinnya dengan ibadah tilawah Al-Qur’an. Tetapi, tidak malah membuat kita memprioritaskan salah satunya, melainkan coba untuk seiring sejalan.

Hmm, secara lisan saya mengatakan hal di atas sepertinya mudah sekali, padahal pada praktiknya belum semudah itu. Banyak ujian yang berusaha membuat kita lalai dengan kedua aktivitas itu. Bagaimana mau menghapal dengan baik kalau bacaan Al-Qur’an kita belum baik.

Mengikuti program tahfiz Qur’an merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mem-push kita agar ‘rajin’ menghapal Al-Qur’an. Walau awalnya terkesan paksaan, namun dengan pembiasaan insya Allah hal tersebut akan menjadi suatu kebutuhan nantinya. Mengapa? Ya, karena di setiap pertemuannya, tentu guru tahfiz kita akan meminta tambahan setoran ayat yang sudah kita hapal. Kalau tidak bertambah? Buat apa ikut program tahfiz, iya, nggak?

Salah satu sesi dalam program tahfiz adalah muraja’ah kita kepada guru tahfiz. Yang saya alami (ntah apakah hal ini juga dialami oleh semua orang), ketika saya sudah yakin dengan hapalan, namun saat disetor ke hadapan guru tahfiz mendadak jadi gagu dan akhirnya jadi salah seterusnya. Kenapa, ya?! Saya juga bingung.

Ada lagi cara lain muraja’ah selain kepada guru tahfiz, yaitu muraja’ah kepada Allah. Hah?  Ya, ada yang bilang “percuma hapal tapi kalau tidak sering dibaca”. Benar. Nah, kalau kita tidak punya partner untuk mengecek hapalan kita, muraja’ah saja sama Allah saat sholat lima waktu dan sholat-sholat sunnah. Memangnya Allah akan mengecek bacaan kita? Memangnya Allah akan kasih tahu bacaan kita yang salah? Memangnya Allah akan kasih tahu mana tajwid yang keliru? Memangnya Allah akan kasih tahu makharijul huruf yang salah?

Eits, who knows? Allah punya banyak cara untuk menegur hamba-Nya yang salah atau kelitu. Apalagi jika dia hamba-Nya yang dicintai-Nya, tentu Dia akan ‘menjaga’nya, menjaga dari kekeliruannya agar tidak berlanjut dan mengakar.

Subhanallah, kan?! Dia yang menurunkan Al-Qur’an dengan utuh, tentu Dia paling tahu segala-galanya. Jika ketika kita muraja’ah dengan teman kadang-kadang ada yang lalai, tentu saja jika dengan Allah tidak begitu. Oleh karena manusia serba kekurangan sedangkan Allah Mahasempurna.

So, giat-giatlah menghapal Al-Qur’an, bila perlu ikut program tahfiz. Jangan tunggu nanti-nanti karena “nanti-nanti” itu tidak pasti. Tapi jika tidak sempat, tetaplah menghapal dan muraja’ah saja sama Allah setiap hari. Ok! 

Suapan Pertama

Hari ini tepat 6 bulan Hafizh menghirup udara dunia sekaligus menjadi hari kelulusannya melewati masa ASIX. Sebagai bunda, rasanya bahagiaaaaaa sekali, tak terlukiskan. Rasa khawatir di awal dulu kalau-kalau di tengah perjalanan masa ASIX Hafizh akan berhenti rasanya hilang sudah, lega. Rasa khawatir kalau-kalau di masa 6 bulan Hafizh sakit dan harus ke dokter dan ada yang masuk ke dalam tubuhnya selain ASI rasanya hilang juga, lega lagi. Dan hari ini, hari pertama dan menjadi awal Hafizh belajar hal baru, maem (baca: makan).

Jadwal maem yang sudah bunda create (di kepala) beberapa kali sempat ter-pending karena (ntah kenapa) hari ini Hafizh agak rewel dan sulit sekali tidur dalam waktu lama padahal dia ngantuk sekali. Jadwal makan yang tadinya setelah bangun tidur paginya yang kira-kira jam 9-an, tidak jadi lantaran dia terlihat ngantuk dan akhirnya tidur. Lima belas menit kemudian dia bangun, tapi karena rewel gak bisa ditinggal maka jadwal maem tidak jadi. Siang, tadinya kira-kira jam 1-an mau bunda mulai acara maemnya, eh lagi-lagi Hafizh ngantuk dan setelah dikasih mimik akhirnya dia tidur lelap selama satu jam lebih. Baiklah, setelah mengayunnya beberapa saat, bunda meninggalkannya dan menyiapkan makanan yang akan dia makan setelah bangun tidur. Alhamdulillah rencana berjalan baik.

Oiya, sedikit informasi. Menu maem Hafizh for the 1st time adalah avokad+ASI. Ya, setelah membaca beberapa literatur, bunda memutuskan memberikan avokad+ASI kepada Hafizh. Untuk selanjutnya buah-buahan lain yang direkomendasikan juga akan menyusul. Makanan berkarbohidrat? Nanti dulu  Sarana maem Hafizh? Alhamdulillah, tanpa disangka ketika eyang uti Hafizh sedang beres-beres peralatan dapur, menemukan satu set home food maker merk Pigeon. Jadilah itu jadi peralatan makannya, yang ternyata memang itu yang direkomendasikan 

Lanjut cerita Hafizh...
Bangun tidur, seharusnya sudah jam mimik Hafizh karena memang sudah berselang dua jam, akibatnya persiapan menjelang makan harus bunda percepat lantaran Hafizh sepertinya sudah kelaparan. Bunda memang agak keliru, seharusnya memang jadwal maem Hafizh itu satu jam setelah dia mimik, jadi dia tidak rewel lantaran sudah kelaparan. Ini sebagai bahan pelajaran untuk yang besok-besok, ya, bunda 

Satu, dua sendok awal sempat dia tolak dengan lidahnya. Sendok yang ketiga, Hafizh mulai mau menelan. Raut wajah dengan kening berkerut lantaran baru pertama kalinya menerima benda baru masuk ke mulutnya dengan membawa sesuatu yang harus ditelannya. Selanjutnya, (lagi-lagi) karena memang sudah kelaparan, sepanjang maem sesekali diiringi ocehannya yang tidak sabar. Bunda berusaha mencari cara agar dia tidak bosan dan mau menelan makananya. Waktu terus berjalan, sampai pada suapan yang ke sekian, Hafizh mulai tidak mau menelan lagi, avokad yang sudah masuk dikeluarkannya lagi. Akhirnya, bunda hentikan suapan ke mulutnya lalu bunda kasih mimik karena sepertinya dia memang butuh cairan. Di awal memang terjadi kekeliruan (lagi?), seharusnya bunda menyisakan ASI untuk bunda suapkan setelah menyuapi makanan. Walaupun avokad itu sudah encer tapi bunda rasa dia tetap butuh yang namanya cairan. Ok, lagi-lagi ini menjadi bahan pelajaran buat bunda.

Hhhhh....
Hari ini, hari yang akan menjadi awal hari-hari ke depan yang penuh dengan pengalaman dan momen-momen baru dan pastinya akan menjadi kejutan. Baik untuk bunda ataupun Hafizh, ataupun orang-orang di sekelilingnya yang menyaksikan acara maemnya Hafizh  ‘Met maem, ya, Nak, semoga proses menuju makan yang sebenarnya akan menyenangkan dan selanjutnya Hafizh bisa makan selayaknya orang dewasa dan menjadi penikmat makanan yang lahap dan tidak pilih-pilih makanan (jangan seperti bunda ya, Nak ).

Jumat, Desember 31, 2010

Dunia Baru

Saat ini sudah menjelang pukul 10 malam. Tiba-tiba aja pengen ketak-ketik keyboard laptop, padahal gak tahu juga mau ketik apaan. Yang mau diketik...tiba-tiba gak mood diketik, hehe... sambil nunggu ayahnya Hafizh pulang lembur, sambil browsing-browsing.

Buah hatiku sudah terlelap dengan pose sesukanya. Walau sudah diposisikan dengan baik, mungkin menurut dia gak enak, jadi tetap saja jadi berubah-ubah :) Di luar sana bunyi petasan di mana-mana. Tidur Hafizh sempat juga terganggu karena memang lumayan keras suaranya. Tapi, mungkin karena faktor lelah juga karena tadi ikut bunda dan eyang utinya belanja ke giant jadi pulas bobonya.

Di giant tadi, Hafizh senang sekali. Awalnya dia sempat diam dan bengang-bengong, mungkin karena ini adalah first time dia datang ke dunia yang begitu ramai pernak-pernik dan orang yang lalu lalang. Setelah selesai makan siang, kami masuk giant. Benda pertama yang banyak dipajang di pintu masuk adalah TV. Banyak sekali TV yang (mungkin) membuat Hafizh tercengang. Di rumah cuma ada satu yang sering dia (curi-curi) lihat dan kadang dipalingkan oleh bunda, ayah, dan eyang utinya, tapi di giant banyak sekali dan dia bebas melihatnya :)

Tidak berapa lama, posisi gendong yang agak tiduran mulai gak disukai Hafizh, dia mau berdiri. Jadilah, seperti biasa kalau jalan pagi kelamaan dan banyak yang ingin dia lihat, kali ini pun begitu, Hafizh maunya digendong dengan posisi berdiri. Gendongan jadi gak terpakai deh. Girangnya dia melihat banyak barang dan makanan dengan aneka warna di sekelilingnya. Bahkan tante-tante SPG dengan baju warna/i pun disapanya dengan senyum manis Hafizh ;) Hhhh, sekarang boleh deh dipuas-puasin, nanti kalau udah gede gak boleh tuh begitu-begitu, udah beda hukumnya :)

Satu hal penting selain jalan-jalannya Hafizh ke tempat baru tadi siang, bunda senang karena di mobil Hafizh gak muntahin susu lagi seperti dulu awal-awal naik mobil. Ya, mungkin memang proses Hafizh beradaptasi. Mudah-mudahan lama-kelamaan dia terbiasa. Secaraaaaa...bundanya hobi jalan ;)

Udahan deh, jadi ceritain Hafizh. Udah pegel juga lehernya. Wanna sleep. Bye ;)

Kamis, Desember 30, 2010

Mendingan Beli Snack

Demam sepakbola begitu menggelora akhir2 ini. Ya, memang ada kejuaraan sepakbola AFF Suzuki 2010 yang diikuti oleh negara-negara ASEAN. Indonesia, salah satu negara ASEAN, ikut andil di dalamnya. Banyak yang tidak menyangka jika sampai final Indonesia masih bisa bertahan. Tapi, sekali lagi, bukti ada di depan mata, bahwa dunia sepakbola Indonesia mulai menunjukkan kebangkitannya. Indonesia benar-benar masuk final, melawan Malaysia. Sampai akhirnya, kemarin, tim Indonesia menang atas Malaysia dengan skor 2-1. Tapi secara agregat kita kalah dengan skor 4-2 karena sebelumnya di pertandingan leg I Malaysia unggul 3-0. Menurut beberapa sumber yang saya baca, masyarakat tidak terlalu kecewa, paling tidak di GBK Indonesia unggul atas Malaysia. KAlau saya bilang, jika waktu main bolanya diperpanjang mungkin skornya bisa jadi 5-1 lagi tadi malam, seperti di babak penyisihan dulu. Hehehe...

Ups, kok jadi membahas bola. Tulisan saya yang datang kali ini setelah sekian lama 'tenggelam' (ups, tenggelam?!) ingin menceritakan kejadian ketika saya ke pasar pagi hari sebelum final piala AFF Suzuki 2010 digelar. Saat itu saya sedang membeli makanan ringan di sebuah toko. Ada seorang ibu setengah baya sedang membeli beberapa snack. Saya cukup memerhatikan ibu itu, apa saja yang dibelinya. Sampai selesai semua pesanannya dibungkus, dia pun membayar. Lalu ibu itu nyeletuk dengan seorang ibu yang sedang duduk menunggu pesanannya dibungkus. Dia bilang, "Daripada beli tiket mahal-mhal, mendingan beli makanan ini buat nonton bola di TV." Ibu yang bilang kalimat itu sambil senyum-senyum, disambut juga dengan senyum ibu yang diajaknya bicara. Saya pun ikut-ikutan tersenyum.

Ya, banyak orang punya banyak cara sendiri untuk menikmati sesuatu. Mungkin bagi para penggila bola, yang enak ya beli tiket nonton langsung di Senayan, walaupun harus antre berjam-jam. Tapi bagi yang lain, misalnya ibu yang beli snack tadi, yang enak ya beli snack dan nontonnya di rumah saja. :)

Rabu, September 22, 2010

Hari-hari Berlalu Tak Terasa

Ya, hari-hari yang terlewati memang tak terasa begitu cepat berlalunya. Rasanya baru beberapa saat yang lalu Hafizh bangun dan mandi pagi dan sekarang sudah kembali sore dan saatnya Hafizh mandi lagi lalu sebentar lagi dia pun tidur lagi. Bagi seorang bayi seperti Hafizh rasanya begitu damai, melewati hari dengan tidur, mimik (baca: makan), dan bermain, begitu seterusnya berputar-putar.

Bukan hanya Hafizh, semenjak satu bulan cuti lebih cuti dari kantor dan menjalani aktivitas harian di rumah, saya pun merasa hari-hari begitu cepat terlewati padahal saya seperti baru melakukan beberapa aktivitas. Aktivitas hari-hari saya semenjak Hafizh hadir dalam kehidupan saya seputar memandikannya, memberinya ASI, mencuci dan menyetrika pakaiannya, menemaninya bermain, terkadang ketika dia tidur baru saya bisa melakukan aktivitas pribadi atau bersantai sejenak. Satu catatannya, semua itu tidak pernah mau saya jadikan beban yang melelahkan fisik saya. Ketika (mungkin) saya merasa lelah fisik, saya coba redam sehingga tidak berlarut-larut. Olah karena saya tahu bahwa Hafizh kecil membutuhkan saya, bundanya, jika terjadi sesuatu pada saya tentu saja kasian Hafizh.

Hari begitu cepat berlalu. Ya, tak terasa sudah hampir satu bulan usia Hafizh. Sudah satu bulan dia menghirup udara dunia, walaupun hanya seputar rumah dan rumah sakit. Terkadang terpikir 'kapan ya, Hafizh akan tumbuh menjadi besar', terasa begitu lama. Padahal, suatu ketika pasti akan terasa begitu cepat.

Hari memang terasa begitu cepat berlalu dan alangkah baiknya kita selalu bisa me-manage dan mengisinya dengan aktivitas yang bermanfaat. Semoga kita semua bisa mengisi hari-hari dengan lebih baik lagi ;)

At home, 24 Agustus 2010
Sambil menjaga Hafizh bobo

Jumat, Juli 30, 2010

Sayang Kecil Kami, Hafizhi

Saat tulisan ini dibuat, saya sambil memandang makhluk mungil yang ada di depan mata saya. Makhluk yang selama 9 bulan lebih, lebih tepatnya 40-41 minggu, ada di dalam perut, lalu keluar, dan sekarang ada di alam dunia. Rasanya sunguh luar biasa, masya Allah. Hanya Dia yang Mahakuasa melakukan semua hal ini.

Makhluk mungil yang lahir tanggal 19 Juli itu berjenis kelamin laki-laki. Dia telah kami beri nama. Sebuah nama sekaligus do’a agar kelak ia dapat menjadi harapan yang da di dalam makna namanya. Binar Hafizhi Adly. Perpaduan tiga suku kata yang juga perpaduan tiga makna yang indah, insya Allah. Binar yang berarti cahaya, Hafizhi berarti penjaga/pemelihara, Adly merupakan singkatan dari nama saya dan suami, Doni dan Yuli. Jadi, kalau diartikan keseluruhannya adalah anak laki-laki Doni dan Yuli yang menjadi cahaya dan penjaga keluarga, insya Allah kelak juga bisa menjadi hafizhulqur’an. Amiin.

Selama 3 hari 3 malam berada di rumah sakit, Hafizh tidak saya ketahui persis perkembangannya karena saya hanya bertemu dengannya setiap 2 jam untuk menyusuinya. Setelah pulang ke rumah, barulah saya bisa mengamatinya selama 24 jam. Sebenarnya, tidak 24 jam juga siy karena kalau Hafizh tidur dan saya juga tidur (ex: malam hari) maka saya tidak mengamatinya full.

Tepat hari ke-7 dari tanggal lahirnya, Hafizh diaqiqah, tapi rambutnya belum dicukur semua, tunggu sampai 40 hari nanti. Hari ke-8-nya, alhamdulillah tali pusatnya lepas, tanpa tangisan. Awalnya siy ada tangisan. Saat itu, saya sama mama bingung dengan tangisannya, akhirnya mama ngeh dan lihat kalau tali pusatnya saat itu sudah hampir lepas, mungkin karena perih makanya nangis Hafizh kenceng banget. Tidak lama, siangnya, tali pusat itu lepas sendiri saat saya mengganti popoknya.

Hari ini, tepat sepuluh hari sudah usia Hafizh. Pola kesehariannya sudah bisa dibaca. Hanya saja terkadang saya masih belum bisa tahu maunya Hafizh ketika nangis. Intinya siy ketika dia menangis saya harus tetap tenang dan tidak panik karena kalau panik maka akan semakin sulit mengetahui arti tangisannya dan bahkan tangisan itu akan semakin kencang.

Ayah Hafizh? Oiya, ayah sekarang juga sudah mulai mahir mengajak Hafizh bermain. Untuk menggendong pun sudah lebih baik, dengan banyak latihan insya Allah bisa lebih rileks. Ya harus donk, masa’ ayah nggak bisa menggendong anaknya sendiri.

Rumah sekarang jadi ramai dengan suara Hafizh tapi kalau Hafizh bobo suasana menjadi tenang karena kalau ada berisik sedikit dan Hafizh sedang tidak lelap maka dia akan terusik dan bangun. Sesekali saya sempat merenung saat melihat Hafizh bobo, saat Hafizh seperti sekarang ingin rasanya dia cepat besar sehingga tidak lagi sering menangis saat menginginkan sesuatu yang kami semua terkadang salah mengartikannya, melainkan dia bisa mengatakannya. Tapi bila nanti dia sudah besar, saya pasti merindukan saat-saat dia kecil seperti sekarang, rindu tangisannya.

Hmm, semua ada waktunya.
We love you, Hafizh...:)

Sekali Lagi, yang Terakhir

Trilogi Amazing Moment (3)

Senin pagi tiba setelah semalaman tidak bisa tidur lantaran mules yang kerap datang membangunkan saya. Pagi itu, saya diperiksa lagi apakah ada penambahan bukaan jalan lahir. Rupa-rupanya belum nambah. Setelah bidan menelepon dr. Kus, diputuskan untuk memasang balon. Ntahlah saya tidak mengerti seperti apa alat yang disebut balon itu, yang dimasukkan ke dalam jalan lahir. Bagian yang berada di luar saya melihatnya, semacam selang ada bagian ulirnya. Kata bidan, setelah balon dipasang, saya boleh beraktivitas kembali dan melakukan BAK atau BAB seperti biasa. Awalnya, setelah dipasang, saya BAK agak-agak aneh, tapi saya coba biasa saja.

Oiya, balon itu (denger-denger) fungsinya untuk mempercepat penambahan bukaan jalan lahir karena bayi yang di dalam rahim usianya sudah mencukupi, khawatir terjadi sesuatu makanya harus dipercepat dan salah satu caranya dengan dipasang balon itu. Mungkin kalau dengan balon itu tidak berhasil, akan ada tindakan lain yang (mungkin) lebih dahsyat. Kenapa saya bilang lebih dahsyat? Ya, karena setelah dipasang balon itu, mules saya nggak ketolong lagi (berlebihan ya?!). Setiap 10 menit sekali datang mules yang amat hebat sampai saya terguling-guling (padahal nggak bisa guling-guling juga). Saya sampai meringkel di tempat tidur padahal kaki nggak boleh ditekuk. Duh, serba salah rasanya saat itu. Apalagi ketika disuruh makan, harus cepat-cepat ketika rasa sakitnya sedang tidak kambuh karena kalau sedang kambuh jangan paksa saya untuk makan, duduk saja tidak sanggup.

Setiap mules datang, saya menggenggam tangan suami dengan erat. Setelah rasa sakit hilang, saya tetap memegang tangannya, seolah-olah tidak ingin dia pergi sesenti pun. Kalau tangannya sedang tidak bisa digapai, tangan umminya sayang kecil yang jadi sasaran.

Jam makan siang tiba. Saya berusaha makan ditemani suami. Ketika rasa mules datang, saya kembali meringkuk. Ketika rasa mulesnya pergi perlahan, saya pun mengunyah makanan yang sudah terlanjur masuk mulut tapi belum sempat saya kunyah. Makan siang itu tidak habis. Setelah makan siang, tepatnya setelah azan zuhur, saya dipanggil ke kamar bersalin untuk dicek apakah ada hasil dari pemasangan balon tersebut. Rupanya balonnya belum lepas, begitu kata bidannya. Saya pun disuruh tiduran saja di kamar yang terasa adem itu, tanpa ada teman. Berkali-kali mules datang, tak ada lagi pegangan tangan seperti saat di kamar tadi. Saya hanya bisa berpegangan di tempat tidur atau kadang meremas bantal.

Beberapa lama kemudian, rupanya balonnya lepas dan sudah bukaan lima. Itu yang terucap dari lisan dr. Kus yang tiba-tiba muncul dengan bajunya berwarna hijau plus jas putih kebanggan seorang dokter. Lalu, saya kembali disuruh menunggu. Sambil menunggu itu, sayup-sayup saya mendengar suara suami yang menanyakan keadaan saya pada bidan di depan kamar bersalin karena memang sejak zuhur itu saya ke kamar bersalin, (mungkin) tidak ada yang memebri kabar padanya. Ingin rasanya berteriak untuk memintanya menemani saya saat itu, tapi tidak bisa. Tak lama, saya melihat kesibukan para suster dan bidan mempersiapkan berbagai macam alat di samping kiri tempat tidur saya. Ya, sepertinya ’waktu itu’ akan segera tiba. Tak lama, saya kembali diperiksa dan ternyata sudah bukaan delapan. Persiapan semakin dipercepat dan terlihat sudah rapi.

Saya tidak tahu persis waktu sudah menunjukkan pukul berapa saat itu, yang jelas saya masih bisa mendengar suara azan ashar waktu itu. Setelah azan selesai, bidan dan dokter sudah ready di kanan-kiri saya. Lalu saya mendengar seorang bidan meminta agar suami saya dipanggil. Tak lama, suami tersayang datang dan berdiri di sisi kiri atas tempat tidur.

Waktunya tiba. Saya disuruh mulai mengejan beberapa kali. Masya Allah, rasanya sudah campur aduk. Tak ada tenaga yang bisa begitu kuat mendorong (mungkin) selain saat itu. Ada seorang bidan di sebelah kanan saya yang ikut membantu mendorong dengan menekan perut saya bagian atas. Ya Allah, sakit di jalan lahir ditambah mules rasanya ingin segara diakhiri. Caranya hanya satu yaitu saya harus segera mengeluarkan sayang kecil kami.

Entah sudah berapa lama waktu berjalan. Beberapa kali saya kembali diminta untuk mengejan. Beberapa kali juga saya salah teknik. Teknik yang sudah diajarkan saat senam hamil dulu terasa begitu mudah, tapi ketika dihadapkan pada kenyataannya terasa sulit. Saat mengejan yang merangkul kedua paha rasanya begitu berat. Ditambah harus mengejan tanpa suara. Suami terus menyemangati dengan dzikir dan do’a sambil memegang kepala saya. Sempat beberapa kali mengambil napas, namun tidak lama dan saya diminta terus mengejan karena memang tidak boleh berhenti. Jika berhenti bisa berakibat fatal untuk sayang kecil. Di antara saat mengejan itu saya merasakan ada sesuatu yang nyeri-nyeri di bagian jalan lahir. Saya juga sempat melirik dr. Kus yang seperti sedang melakukan sesuatu dan mengakibatkan rasa nyeri itu. Ya, saya merasa beliau sedang menggunting guna memperlebar jalan lahir sehingga sayang kecil mudah dikeluarkan.

Ketika dikatakan bahwa kepala sayang kecil sudah terlihat dengan rambutnya yang hitam, saya semakin terpacu. Bidan mengatakan “sekali lagi, Bu, terakhir yuk, Bu!”, tapi ternyata belum berakhir. Dan saat bidan di sebelah kanan sedang belum ready, saya mengejan sendiri dan akhirnya...ya, akhirnya 19 Juli 2010 pukul 15.50 WIB kepala sayang kecil keluar juga. Alhamdulillah, semua mengucap syukur. Tapi masih ada yang mengganjal. Setelah dr. Kus mengeluarkan bahunya barulah saya merasa lega. Suami saya langsung mengucap syukur dan mengecup saya berkali-kali. Saya merasa lemas, sangat lemas. Habis semua energi.

Ternyata, inilah rasanya dulu mama saat melahirkan saya.

Check In

Trilogi Amazing Moment (2)

Hari Ahad yang tak menentu. Sejak pagi rasa was-was mulai muncul, tapi saya masih ragu untuk mengiyakan ajakan suami untuk pergi ke rumah sakit. Menit demi menit berlalu, jam demi jam terlewati, sambil merasakan mules yang tak menentu. Menjelang siang, tepat pukul 11.30 WIB, mules itu mulai muncul per 10 menit. Saya pun mulai merasa tak nyaman, apalagi suami, dia merasa seperti sudah saatnya.

Selepas makan siang, akhirnya diputuskan untuk segera berangkat ke rumah sakit. Sudah berbekal tas yang berisi perbekalan selama di rumah sakit yang sudah saya siapkan dari jauh-jauh hari, saya dan suami berangkat dengan kuda besi beroda dua menuju rumah sakit. Selama di perjalanan saya masih sempat-sempatnya menghibur diri dan mengajak suami bicara sambil bercanda, berusaha mengurangi rasa sakit.

Sampai di rumah sakit, kami langsung ke lantai dua, seperti yang sudah diintruksikan oleh dokter saat kontrol hari Sabtu. Saya diminta untuk masuk ke sebuah ruangan besar, sendiri. Suami diminta untuk menunggu di ruang tunggu berjarak kira-kira 20 meter dari ruangan yang kami masuki sebelumnya.

Ruangan yang cukup besar, berisi tiga tempat tidur membentuk huruf L dengan jarak kira-kira 3 meter antar tempat tidur, ada sebuah toilet, dan di satu sisi ada wastafel, kulkas kecil, dispenser, dan tempat menaruh berbagai peralatan medis. Secara spontan saja, saya menuju ke arah kasur yang serong dari pintu masuk, dekat toilet. Bidan yang menyambut kedatangan kami di pintu masuk meminta saya untuk berbaring dan akan diperiksa.

Bidan Kartika, bidan yang cukup saya kenal wajahnya saat mengikuti senam hamil, padahal hanya satu kali bertemu dengannya. Ternyata dia pun mengenal saya. Dia mulai memeriksa denyut jantung bayi di dalam perut saya dilanjutkan dengan periksa dalam. Tahu maksud periksa dalam? Ya, pemeriksaan ini dilakukan oleh jari tangan bidan yang masuk ke dalam vagina untuk mengecek sudah berapa senti bukaan mulut rahim sebagai jalan lahir bayi.

Rupa-rupanya, tangan Bidan Tika tidak sanggup mencapainya. Lalu dia memanggil seniornya yang dipanggil ‘bunda’. Belakangan saya tahu namanya (kalau tidak salah) Bidan Elva. Wow, saking seniornya, bener-bener senior, jari tangannya pun berhasil menggapai apa yang dimaksud walau dengan susah payah dan kebandelan saya yang kerap kali mengangkat (maaf) bokong saat diperiksa. Ya, saat diperiksa bukaan jalan lahir itu sebenarnya tidak boleh mengangkat bokong karena akan mempersulit pencapaian jari tangan akibatnya tangan bidan akan ‘lebih masuk’ lagi dan rasa sakitnya pun ‘lebih-lebih’ lagi.

Keberhasilan itu pun datang disertai ucapan hamdalah dari si bidan senior, dilanjutkan dengan kata ‘satu’. Saya langsung menangkap bahwa yang dimaksud adalah bukaan satu sentimeter. Bidan senior itu pun keluar. Saya masih berbaring untuk diperiksa kembali denyut jantung bayi di dalam perut dengan alat yang lebih keren disertai print-out seperti mesin pencatat getaran gempa bumi. Lalu, Bidan Tika datang lagi dengan meminta beberapa informasi tentang diri saya (biodata). Lama kemudian, saya keluar. Suami diminta untuk mengurus check in kamar karena menurut informasi dari bidan yang menelepon dr. Kus saya diminta untuk menginap di rumah sakit saja, tidak usah pulang lagi.

Tak lama, suami kembali dan sudah mendapat kamar untuk menginap. Akhirnya, jadilah kami mulai bermalam di rumah sakit sejak Ahad malam.

Datang Lagi dan Begitu Hebat

Trilogi Amazing Moment (1)

Hari-hari cuti di rumah, mulai datanglah yang namanya ‘mules’. Ntah, apakah rasa yang saya rasakan itu benar disebut mules sebagai tanda-tanda melahirkan atau bukan, pokoknya saya merasakan perut ini seperti sedang... duh, saya tidak bisa menggambarkannya. Mungkin benar seperti yang dr. Kus katakan, rasa mulesnya ‘beda’, (mungkin) lebih hebat dari semua mules yang pernah kita rasakan sebelumnya.

Dari semua mules itu, datangnya memang tidak tentu, sedangkan mules yang dimaksud sebagai tanda akan segera bersalin datangnya teratur. Kadang-kadang mules yang saya rasakan datang satu jam sekali selama tiga kali. Tapi, di jam keempat tak ada lagi rasa mulesnya. Berarti tidak teratur dan belum menjadi tanda yang sebenarnya.

Selain mules, tanda-tanda lain seperti keluarnya cairan juga menjadi tanda yang cukup membuat jantung berdebar-debar. Saya khawatir itu adalah cairan air ketuban yang sudah pecah duluan. Jika memang benar, hal itu bisa saja mengancam jiwa sayang kecil. Oleh karena itu, saya cepat mengkonsultasikannya ke dr. Kus, dan setelah dicek ternyata bukan air ketuban. Alhamdulillah.

Hari Sabtu, 17 Juli 2010, tanggal yang diprediksikan sebagai tanggal lahirnya sayang kecil, tanda-tanda yang meyakinkan belum juga datang. Saya dan suami kontrol ke dokter pagi itu. Dokter pun belum menemukan jalan lahir/pembukaan yang diharapkan. Akhirnya, dokter minta kami pulang dan datang 3 hari kemudian.

Rupa-rupanya, mungkin, sayang kecil tahu bahwa kalau dia lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal lahir bundanya, ada yang kurang setuju. Kalau lahir keesokan harinya, berarti punya tanggal yang sama dengan tantenya (seperti yang diinginkan tantenya). Tapi, sayang kecil ingin punya tanggal lahir sendiri yang berbeda dengan yang lain. Jadi, dia pun menangguhkan waktunya sampai semua orang bisa menerima kehadirannya. Subhanallah.

Hari Sabtu malam sampai Ahad pagi menjelang siang, rasa mules semakin tak menentu dan semakin hebat terasa. Datangnya pun sudah mulai sering walau masih berantakan waktunya. Kadang satu jam sekali, lalu 20 menit sekali, 15 menit sekali, tapi kadang hilang dan tidak terasa lagi. Ditambah lagi, mulai ada keluar flek berwarna kecokelatan yang membuat jantung makin dag-dig-dug, apakah benar ‘waktu’ itu akan segera tiba. Kami hanya bisa menunggu sambil tetap waspada. Alhamdulillah itu hari Sabtu dan Ahad di mana suami standby di rumah sehingga bisa siaga bila terjadi sesuatu.

Menunggu...

Selasa, Juli 13, 2010

Menghitung Hari

Menunggu hari kelahiran itu memang mendebarkan ya. Dari kemarin siy masih sok pede bahwa everything is okay, tenang-tenang aja. Tapi, setelah menjalani hari-hari ini kok rasanya jadi cukup 'parno'.

Sudah empat hari menjalani hari di rumah. Ya, cuti melahirkan yang sudah diambil sejak hari Rabu yang lalu mengharuskan Bunda untuk 'beraktivitas' di rumah. Bunda berusaha untuk menikmatinya, berusaha mengagendakan satu aktivitas setiap hari supaya yang namanya kejenuhan tidak pernah datang dalam agenda Bunda.

Menghitung hari, ya menghitung hari, tapi entah kapan hari itu datang. Hanya Allah yang tahu dan hanya Dia yang tahu kapan sayang kecil akan diinstruksikan untuk 'keluar'. Keluar dari perut Bunda yang sudah mulai sempit untuk sayang kecil dan menjadi penghuni alam dunia yang begitu luas. Insya Allah.

Beberapa hari belakangan tanda-tanda itu mulai ada, tapi belum meyakinkan. Mulai dari kontraksi, agak-agak mules, tapi untuk flek sebagai tanda pasti kemungkinan 'waktu'nya telah tiba memang belum tampak.

Ya Allah, beri kemudahan akan petunjuk dan tanda-tanda menuju proses melahirkan ya. Mudahkan juga proses kelahiran nanti ya, ya Allah. Semoga sayang kecil bisa lahir dengan normal tanpa tindakan apalagi dengan proses operasi. Amiin.

"Menghitung hari... Detik demi detik..."

Senin, Juni 14, 2010

Wanita Langsing

“Assalamu’alaikum, hai Ninaa... wah kangen deh, udah lama gak ketemu, makin subur aja nih...”, jerit kecil Rani dalam sebuah reuni SMP 79 di Jakarta baru-baru ini. Setelah perjumpaan intens itu serta bercanda-ria melalui facebook, akhirnya 5 wanita muda yang sudah tidak bisa dibilang muda lagi, karena usianya sekitar 30 sampai 35 tahunan ini memutuskan untuk berjumpa dalam rangka temu kengen dengan teman-teman satu gengnya dulu, sewaktu mereka masih remaja. “Ikkhh, tebel...”, cubit si langsing Rani, ke lengan Nina yang hanya mesem-mesem tak enak. Kemudian Dian mengalihkan pembicaraan yang menurutnya sudah tidak kondusif lagi karena melihat raut wajah Nina yang agak tidak sumringah seperti biasa.

Di tempat yang lain, “Hai, Ustad Gendut, ayo makan nih Ustad Gendut”, sambil menyorongkan piring berisi roti bakar dan teh manis, Dito, siswa kelas 2 SMP menyorongkan sepiring roti bakar pada ustadnya dalam acara perkemahan akhir tahun di Puncak. Dengan tergopoh-gopoh sang ustad yang memang bertubuh gemuk menyeret tubuhnya yang masih malas bermandikan cahaya matahari dan udara yang sejuk, membuatnya semakin malas untuk bergerak. Tanpa sadar sikapnya itu membuat anak-anak muridnya menjadi berani untuk tidak menghormatinya, dengan panggilan yang melecehkan, “ustad gendut” begitulah panggilannya. Sang ustad pun terlalu malas untuk menjawab atau menegur si anak murid.

“Sst, istri antum hamil lagi ya”, demikian bisik Pak Johan kepada Pak Ferdi ketika mereka bertemu di Bandara Sukarno Hatta. Lalu, perbincangan mereka merembet kesana dan sini yang utamanya menanyakan keadaan bisnis masing-masing. Kemudian dengan wajah malu Pak ferdi menyatakan “Tidak, mungkin istri ana lagi senang, sehingga nafsu makannya agak banyak akhir-akhir ini”, jelasnya ragu dan segera mengalihkan pembicaraan pada hal lain yang membuat suasana pertemuan menjadi lebih nyaman.

“Subhanallah, Anti makin lebar, lagi senang yaa”, demikian sapa sang murrobiyah, guru ngaji wanitanya Santi yang sudah 7 tahun tidak bertemu dengannya sejak Santi dibawa suaminya ke Palembang. ”Iya ni mbak, di palembang makan melulu, keluarga si mas kan punya restoran pempek, dan makanannya enak-enak”, tawa Santi.

Si gemuk, Si gendut, si lebar, si tebel, sungguh bukanlah julukan atau panggilan atau pengenalan kepada seseorang yang menyenangkan, apalagi bila dia seorang wanita, maka kegemukan yang berterusan serta langkah yang lambat menyeret tubuhnya membuat sang wanita gemuk akan menjadi minder. Terlebih lagi keadaan seperti ini diingatkan terus oleh teman-temannya atau sanak saudaranya, sementara banyaknya iklan televisi, majalah dan iklan lain dimana-mana yang menggambarkan bahwa tubuh langsing yang dibalut pakaian tipis bahkan setengah terbuka adalah tubuh idaman semua lelaki dan juga impian hampir semua wanita. Media telah membuat image bahwa si langsing adalah ratu, dan dimanapun dia berada, dia berhak mendapatkan prioritas baik dari segi pekerjaan, pertemanan maupun hak untuk mem-bully teman-teman wanitanya yang gemuk.

Bahkan sekarang ini, ukuran eksistensi seseorang sering dilihat dari fisiknya, apalagi bila seorang Da’i adalah wanita maka orang akan melihat dari fisiknya. Bila fisiknya langsing maka menyenangkan untuk diihat dan dia berhak untuk menjadi wanita idola.

Oleh karena itu bila para Da’i wanita (khususnya) kurang gemar untuk bersyiar, maka tidak ada lagi idola terhadap wanita solehah. Tidak akan banyak lagi wanita yang berlomba-lomba mendapatkan gelar sholehah itu, karena lebih banyak wanita mengejar derajat kelangsingan daripada derajat kesolehannya.

Apakah tidak jelas bagimu sabda Rasululloh bahwa : “Dunia adalah perhiasan, Sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang sholehah” (HR. Muslim)

Jadi, sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang sholehah, tidak wanita yang langsing, bukan?

http://www.eramuslim.com/akhwat/wanita-bicara/wanita-langsing.htm

Rabu, Juni 02, 2010

Ada Maunya

Wah... sayang kecil sudah semakin 'menjadi-jadi' tendangannya. Saya berani mengatakan tendangan karena yakin memang tendangan yang saya rasakan di perut bagian atas. Saya merasa (mudah-mudahan memang benar) itu adalah bagian kakinya yang sudah berada di bagian atas rahim. Alhamdulillah... kekhawatiran akan posisi sungsang yang sempat dilihat di layar USG beberapa pekan yang lalu akhirnya hilang karena sayang kecil sudah berada pada posisi yang benar untuk bisa lahir secara normal.

Nah, beberapa hari ini, ketika saya sedang beraktivitas, sayang kecil sering kali menendang-nendang di bagian yang tadi saya sebutkan. Tapi, ketika saya mengusap-usapnya, tendangan itu berhenti. Waktu saya lepaskan tangan, dia menendang lagi. Lalu, saya usap-usap lagi, dia diam. Saya lepas, dia menendang lagi, begitu seterusnya sampai beberapa kali.

Hari ini, kejadian itu terjadi lagi. Kali ini ummi-nya sayang kecil yang jadi sasaran. Ketika saya sedang ingin memejamkan mata sejenak, 15' menjelang waktu ashar, ummi-nya sayang kecil mengusap-usap sayang kecil. Tidak lama, tangan ummi-nya dilepas dan dia menendang, padahal saya sudah ingin terlelap. Saya terbangun dan mengatakan pada ummi-nya sayang kecil bahwa dia ingin terus diusap, bila dilepas pasti menendang. Ternyata benar terjadi, beberapa kali kejadian itu terulang lagi. Kami jadi saling tertawa menyaksikan tingkahnya sayang kecil di dunianya sana :)

Rupa-rupanya (mungkin) sayang kecil memang lagi ada maunya, mau terus-terus diusap. Ketika usapan itu hilang, dia merasa tidak diperhatikan sehingga menunjukkannya lewat tendangan agar ada orang yang memerhatikannya dengan mengusap-usapnya lagi.

Duh... sayang kecil... senangnya bisa merasakan semua gerakannya di dalam perut ini. Alhamdulillah. Semua ini akan menjadi kenangan indah yang tidak akan pernah terlupakan bahkan sampai nanti dia tumbuh dewasa, insya Allah.

Hanya "I Love You"

Sepulang kerja kemarin, hampir menjelang Isya saya baru selesai menunaikan sholat maghrib. Saya langsung menatap televisi yang juga sedang ditonton oleh mama. Isinya berita tentang nasib relawan kemanusiaan yang sedang menuju ke Gaza, yang dihadang oleh Israel. Pada segmen itu, sedang diwawancara seorang wanita, istri seorang penumpang di kapal kemanusiaan itu, seorang reporter salah satu stasiun TV swasta, M. Yasin. Wanita itu bernama Veronika (belakangan saya tahu nama lengkapnya Veronika Baiin).

Ketika pembawa acara tv menanyakan sebuah pertanyaan, "Apa kabar terakhir yang disampaikan Yasin kepada Anda?" Istrinya itu menjawab, "Dia tahu saya orangnya lemah sehingga tidak pernah memberi kabar-kabar yang buruk. Terakhir dalam sms-nya dia hanya bilang 'I Love You, salam untuk semuanya'." Saat Veronika mengatakan itu, berkaca-kaca matanya dan sedikit terisak menahan tangis.

Saya yang menyaksikan tayangan itu cukup merasa... apa ya... antara sedih dan iba. Ibu Veronika itu juga sempat menuturkan bahwa jujur dia bangga kepada suaminya atas apa yang dijalankannya itu, sebuah misi mulia, misi kemanusiaan. Tapi, sekali lagi, (mungkin) istri mana yang tidak sedih mendengar kabar seperti itu terhadap orang yang dicintainya.

Lalu, tiba-tiba saya langsung teringat dengan suami yang saat itu belum lagi tiba di rumah. Ditambah lagi hujan lebat tiba-tiba turun. Pesan singkat yang saya kirimkan tidak ada respons darinya menambah rasa kekhawatiran. Tapi, saya mencoba menunggu dengan tenang dan sabar. Saya yakin dia akan baik-baik di luar sana dan selamat sampai di rumah. Jika terjadi sesuatu padanya saya yakin dia akan mengabarkannya kepada saya dengan cara apapun (bener kan, Mas?) :)

Kamis, Mei 27, 2010

Menjawab Pertanyaan Ayahnya

Suatu hari, di usia kehamilan menginjak 8 bulan.
Waktu itu ba'da sholat maghrib. Selepas sholat, seperti biasa, ayah dan bunda berdzikir dan berdo'a, lalu lanjut ke agenda makan malam. Nah, selesai dzikir dan do'a, ayah tidak langsung bangun menuju meja makan, melainkan justru merebahkan diri di atas sajadah. Akhirnya, ayah dan bunda terlibat pembicaraan hal-hal ringan seputar hari itu, sebentar.

Setelah itu, bunda merasa lelah dan ingin cepat-cepat istirahat. Bunda mengajak ayah untuk segera makan malam. Rupa-rupanya, ayah berniat untuk tilawah dulu untuk sayang kecil. Bunda agak terperanjat karena biasanya memang tilawah untuk sayang kecil dilakukannya menjelang bunda tidur.

Tiba-tiba, dengan spontan, ayah mendekati perut bunda dan berbicara dengan sayang kecil.
"Sayang mau ma'em atau mau denger ayah tilawah?" kata ayah.
"Kalau mau maem sekali, kalau mau tilawah dua kali," lanjutnya. Maksudnya, kalau sayang kecil mau maem, dia diminta untuk merespons dengan 1x gerakan, jika mau mendengar tilawah ayahnya memberikan respons 2x gerakan.

Tanpa kami sadari, sayang kecil ternyata langsung menjawab pertanyaan ayahnya. Dia memberikan gerakan 1x dan memang hanya 1x. Setelah itu, kami menunggu sejenak, kalau-kalau akan ada gerakan lagi. Tapi, ternyata tidak ada lagi. Ayah pun akhirnya bangun dari rebahannya dan mengatakan, "Oke, kita makan, yuk!"

Kami berdua saling tersenyum dan bercampur kaget saat tahu kalau sayang kecil benar-benar merespons pertanyaan ayahnya. Subhanallah... anak yang cerdas, insya Allah. Mudah-mudahan kelak benar-benar jadi anak yang cerdas, ya. Amiin.

Tak Lagi Hanya Menendang

Semakin besar sudah perut Bunda, semakin besar juga pertumbuhan sayang kecil di dalam rahim. Aktivitasnya sudah tak lagi sedikit, tapi sudah banyak. Mungkin kalau bisa ditebak, memang sudah banyak rasa yang dia ekspresikan lewat gerakan. Hanya saja, kita yang di luar dunianya hanya bisa meraba, tidak bisa tahu dengan pasti sedang apa dia di dalam ruang yang cukup hangat itu.

Usianya yang sudah 8 bulan lebih ini, gerakan-gerakan yang diperlihatkannya sudah bukan lagi hanya menendang. Bunda pun sudah jarang lagi menyebut kata 'menendang' karena khawatir makna kata itu mengarah pada aktivitas yang negatif dan khawatir juga dia jadi mengingat kata itu. Ada gerakan lain yang Bunda namakan 'menggeliat'. Ntah benar atau tidak, tapi seperti itulah kira-kira namanya. Ya, karena memang Bunda tidak merasakan itu sebagai sebuah tendangan, tapi seperti gerakan menggeser, merubah posisi, atau memang menggeliat sungguhan. Kalau dilihat secara kasat mata, perut Bunda seperti bergelombang saat sayang kecil 'menggeliat' itu.

Dulu, kalau malam hari, gerakan 'menggeliat' itu terlihat sekali dan terjadi berkali-kali. Bunda tidak menyentuh perut, tapi justru lebih seru melihat dari atas posisi perut yang berombak-ombak (ups, berlebihan, ya?!). Setelah itu, Bunda ceritakan kepada ayah dan ummi-nya sayang kecil. Saat mereka melakukan hal yang sama pada perut Bunda, mereka pun tak kalah kagetnya dengan Bunda dan satu hal yang terlihat setelah kekagetan itu, jelas... wajah senyum mereka, wajah senang karena menyaksikan sesuatu yang (mungkin) belum pernah mereka lihat sebelumnya. Semua itu pertanda bahwa buah hati kami baik-baik di sana karena dia aktif bergerak.

Mudah-mudahan, sampai waktu 'terbaik' itu tiba, dia akan lahir dengan sehat dan selamat. Amiin.

Kamis, Mei 06, 2010

Jangan Mengeluh

Ntah harus mengawalinya dengan kata apa, saya bingung. Cerita aja ya...
Tadi malam, suami saya menceritakan teman SMA-nya (yang juga teman saya) yang sedang hamil. Usianya hampir sama dengan kehamilan saya. Dalam sebuah situs jejaring sosial, teman kami itu menanyakan usia kehamilan saya kepada suami. Lalu, ada juga kalimat agak mengeluh dengan kehamilannya karena merasa lama menunggu waktu lahiran tiba. Oleh karena dia merasa tidak nyaman.

Lantas, apa yang ditulis oleh suami terhadap kalimat keluhannya itu?Dia menjawab pertanyaan tentang usia kehamilan saya dan menambahkan kalimat "...tapi tidak banyak mengeluh". Setelah itu, (kata suami) dia tidak menanggapi kalimat itu.

Saya hanya membalas (memberi respon) senyum kepada suami saat dia bercerita. Di dalam hati, saya cukup bahagia dengan sikapnya yang membahagiakan saya, yang berusaha membanggakan istrinya tetapi bukan berarti ujub melainkan ingin memberikan nasihat kepada teman kami itu. Di dalam hati (lagi) saya mencoba merenung apakah kata-kata suami kepada teman kami itu benar adanya?! Apakah saya memang tidak banyak mengeluh?!

Saya coba merenung, bahkan sampai tadi pagi. Saya merasa ditegur dan dinasihati juga bahwa janin di dalam rahim jangan dianggap sebagai beban, melainkan sebuah anugerah tak ternilai. Bahkan, Allah mengganjarkan surga (mati syahid) untuk para ibu yang meninggal saat melahirkan anak dari dalam kandungannya. Coba lihat di luar sana, begitu banyak pasangan suami-istri yang ingin sekali memiliki keturunan tapi belum juga Allah berikan, sedangkan kita diberikan anugerah itu dengan tidak menunggu lama setelah menikah.

Saya juga teringat dengan banyaknya aktivitas saya yang terhalangi dengan kehadiran sang janin. Tapi, akhirnya saya menyadari dan mensyukurinya bahwa semua ini adalah nikmat-Nya, anugerah-Nya, dan suatu saat nanti saya akan mengenang saat-saat indah dengan perut membuncit ini dikarenakan ada seorang makhluk mungil di dalamnya. Merasakan gerakannya, keaktifannya, dan masa-masa melahirkan yang (mungkin) tak akan bisa terlupakan seumur hidup.

Subhanallah... dengan keadaan saya yang sekarang ini, saya benar-benar merasa betapa agung-Nya Dia, betapa Mahabesar-Nya Dia. Setelah ketakjuban saya dengan saktinya sebuah kalimat ijab-qabul (dulu), sekarang saya kembali merasa takjub dengan kekuasaan-Nya yang dapat menciptakan seorang makhluk yang berawal dari sebuah tempat sempit di dalam rahim seorang ibu. Subhanallah...

Semoga bisa menjadi pelajaran untuk semua calon ibu di seluruh dunia :)
'Tuk Ayahnya sayang kecil: Makasih ya :)

Kamis, April 08, 2010

Semakin Eksis

Masih ingat dengan tulisan saya yang berjudul "Menunjukkan Keeksisan"? Ini ada lanjutannya. Ya, buah hati kami, sayang kecil kami, seorang bayi mungil di dalam rahim ini, sudah lebih menunjukkan keeksisannya. Tidak tanggung-tanggung :)

Menginjak usianya menjelang 7 bulan, gerakannya -- ntah itu tendangan, tonjokan, dll. -- mulai terasa, sangat terasa. Dalam berbagai kondisi, dia bisa bergerak. Waktu lagi dengar ummi-nya sayang kecil nyanyiin Asmaul Husna setiap pagi, tilawah ayahnya tiap malam, tilawahnya bunda di kantor, lagi diajak ngobrol sama bunda, ummi, atau ayahnya, dll. Alhamdulillah, semua itu insya Allah menunjukkan bahwa dia baik-baik saja di dalam alam rahim sana.

Tapi, sampai sekarang bunda masih aja tetap kaget kalau sayang kecil gerak tiba-tiba. Kadang-kadang latah ngucap "aduh", habis itu baru diajak ngobrol. Main tepuk-tepukan sama bunda udah mulai jarang niy...bundanya agak-agak lupa ;) mudah-mudahan nanti bisa dibiasain lagi.

Ya Allah, berikan semua yang terbaik untuk sayang kecil kami, ya.. :)

Selasa, April 06, 2010

Menjadi Lebih Baik (Seharusnya)

Menikah. Dulu, satu kata itu terdengar begitu indah, walaupun nggak indah-indah banget karena saya juga mengikutsertakan pikiran tentang hal-hal yang 'bertambah'. Iya, yang tadinya cuma ngurus diri sendiri nantinya harus ngurus suami juga, yang tadinya bisa jalan ke mana-mana sendirian 'n cuek nantinya harus jalan berdua dan kalau mau jalan sendiri (tanpa suami) harus izin suami. Tapi, semua itu bukan berarti pengekangan dan beban melainkan tambahan amal yang dapat menambah catatan pahala kita, 'tul nggak? :)

Dalam do'a saya dulu sebelum menikah, saya meminta kepada Allah swt agar didatangkan seorang pendamping hidup yang bersamanya saya dapat lebih meningkatkan ketaqwaan kepada-Nya dan dapat menjadi diri yang lebih baik karena ada seseorang yang dengan setia akan selalu mendengar dan memberi nasihat akan kekurangan-kekurangan kita. Ya, seharusnya memang seperti itu, bukan? Sudah ada 2 orang seharusnya bisa menjadi lebih baik daripada sendiri, bukan?! Semoga hal ini juga yang dapat menjadi salah satu alasan mengapa (orang-orang yang belum menikah) menikah.

Ada satu cerita sederhana dari supervisor saya di kantor, dulu, lama sekali. Katanya, dengan menikah suaminya (laki-laki) hidupnya jadi lebih teratur dan efeknya menjadi lebih sehat. Ketika masih bujang, jarang laki-laki yang memerhatikan pola makannya, Tapi, setelah menikah semua bisa jadi teratur karena ada seorang istri yang mengingatkan. Misalnya, setelah makan jangan lupa untuk makan buah supaya lebih sehat. Contoh lain (di luar cerita) mengkonsumsi suplemen yang aman untuk tubuh 1x seminggu, olahraga secara rutin, mengkonsumsi makanan-makanan sehat (karena kalau masih bujang (mungkin) makan semaunya aja, tidak mempertimbangkan nilai gizi apalagi mudharat-nya buat tubuh), dan sebagainya.

Cerita di atas lebih ke pola makan. Ingin saya tambahkan tentang sikap menghargai orang lain. Ketika masih 'sendiri', makanan yang ada di rumah itu yang dimakan, kalau nggak puas beli lagi di luar sampai terpuaskan. Walaupun ibu atau khadimat-nya sudah masak sepenuh hati, kurang ada penghargaan yang spesial untuk mereka, paling minimal ucapan 'terima kasih' (itu juga kalau inget).

Setelah menikah, seharusnya kita bisa lebih menghargai orang yang masak untuk kita, terlebih itu suami/istri sendiri. Kalau itu suami kita, coba bayangkan, orang yang sudah lelah mencari nafkah untuk keluarga dan di rumah dia sempatkan memasak untuk kita, tapi tidak kita hargai, sedikit pun. Bahkan mungkin, jangan-jangan malah mencemooh dan malah mencari makan di luar karena masakan suami tidak membuat selera makan. Kalau itu istri kita, coba bayangkan, orang yang sudah sehari-hari melayani kita (di luar memasak), membereskan rumah, dan dia juga memasak untuk makan kita, tapi tidak kita hargai, sedikit pun, dalam bentuk apapun.

Satu lagi sebagai bagian dari menghargai, yaitu komunikasi. Hal-hal yang kecil sekali pun perlu kita komunikasikan dengan pasangan kita (udah mulai fokus ke pasangan niy jadinya). Kalau boleh saya katakan, ketika sedang bersama dengan suami/istri (santai) dan ada rasa mau ke toilet, kita perlu katakan kepada pasangan kita itu, tidak langsung pergi saja tanpa berucap satu huruf pun. Simple dan sepele kelihatannya, tapi alangkah baiknya jika kita bisa belajar dari hal-hal simple itu agar bisa melakukan yang lebih besar.

Masih banyak hal-hal, yang kecil sekali pun, yang mungkin kurang kita hargai dari pasangan kita. Cobalah untuk ber-muhasabah diri dan belajar lagi untuk bisa lebih menghargai orang lain sekali pun tanpa ditegur/diingatkan. Berat rasanya, tapi belajarlah ;)

Jumat, Maret 19, 2010

Sapaan Pagi

Seperti hari-hari kerja biasa, setiap pagi saya selalu menyetrika pakaian yang akan saya pakai ke kantor, pakaian suami juga. Seperti biasa juga, sejak hamil, sambil menunggu setrika panas, saya duduk sejenak di kursi lipat sambil setengah merebahkan badan. Selalu saya sempatkan untuk menyapa sayang kecil kami setiap pagi dengan sapaan "Assalamu'alaikum, sayangnya Bunda". Saya hanya ingin membiasakan untuk berbicara (selalu) dengannya, apalagi sebentar lagi dia sudah bisa mendengar suara-suara dari luar.

Nah, satu hal yang surprise terjadi pagi ini. Saat saya duduk di kursi lipat itu, saya sapa sayang kecil sambil mengulas kejadian tadi malam di mana dia terus menendang-nendang perut bahkan sampai menjelang tidur.
"Assalamu'alaikum, sayang kecil Bunda... udah pagi, Nak. Tadi malam tendang-tendang Bunda ya? Terus ikut Bunda bobo gak?..."

Lalu, tiba-tiba, saya terpikirkan untuk mempraktikkan apa yang ditulis oleh Mbak Afifah dan suaminya dalam buku "Mengukir Cinta di Lembar Putih" yakni berbicara dengan janin sambil mengatakan "tepuk", "tekan", "usap", "belai" seraya melakukan hal tersebut dengan perut kita. Saya penasaran apakah mungkin dia akan merespon balik. Saya tepuk 1 kali sambil bilang, "Bunda tepuk ya", tanpa saya kira ternyata dia merespon tepukan saya itu. Kemudian, saya coba lagi yang kedua kali, "Eh, sayang kecil tepuk balik ya? Bunda tepuk lagi ya", dan lagi-lagi dia merepon tepukan saya. Saat mau yang ketiga kali, "Satu kali lagi, ya sayang", ternyata dia (mungkin) sudah tidak mau lagi jadi tidak merespon balik. Lalu, saya katakan padanya, "Udahan ya, tepuk-tepukannya? Bunda setrika dulu ya". Saat itu juga setrikaan saya sudah mulai panas. Mungkin karena itu juga, jadi dia sudahi responnya agar Bunda cepat-cepat menyetrika:)

Selang kejadian itu, sampai saya bersiap-siap dan melayani suami yang mau berangkat kerja, saya selalu tersenyum-senyum sendiri. Suami (pasti) penasaran, walau dia tidak tanya (seperti biasa), tapi saya yakin ada pertanyaan dalam dirinya melihat istrinya senyum-senyum sendiri tanpa sebab. Saya tidak menceritakan kejadian ini langsung padanya. Tapi, saya minta dia untuk membaca sendiri cerita ini, di sini.

Rasanya surprise bangeeeeet, senang rasanya, pagi ini, di hari Jum'at ini, diawali dengan sapaan yang menyenangkan dari sayang kecil. Mudah-mudahan semua pertanda baik bahwa sayang kecil kami memang kelak akan menjadi anak yang aktif dan cerdas, tapi shaleh/shalehah-nya ngga boleh ketinggalan juga... ;)

Kamis, Maret 11, 2010

Kami di Tengah-tengah

Musim hujan yang berlangsung beberapa bulan ini terkadang memang sulit diprediksi. Awan yang terang terkadang belum tentu pertanda cerah. Keluar dari pintu kantor hujan, setelah jalan 500 meter ternyata malah terang. Ya... semua itu adalah anugerah, kita patut bersyukur diberi panas dan hujan, coba bayangkan kalau seperti di Eropa sana yang ada musim salju, bayangkan! Hujan saja kita suka kedinginan apalagi salju. Tapi, sekali lagi, hal itu juga harus disyukuri, lho ;)

Seperti kejadian yang saya dan sahabat saya alami saat perjalanan pulang dari kantor kemarin. Dari kantor, langit memang mendung, tapi belum ada tanda-tanda akan turun hujan. Kami pun keluar tanpa prepare apapun, jas hujan pun tidak disiapkan. Setelah melewati lampu merah dekat Fed Ex menuju perempatan Denso, beberapa motor tiba-tiba berjalan pelan dan ada yang sebagian minggir ke tepi jalan. Kami berdua bingung.

Di dekat perempatan Denso (seberang jalan) kami melihat ada seperti kabut berwarna putih dan secara perlahan sekali mendekati kami dan para pengendara motor lain. Sahabat saya sudah hampir mau meng-klakson motor-motor itu karena dikira ada kecelakaan dan semua pada nonton. Ternyata, itu bukan kabut, bukan juga ada kecelakaan, melainkan di seberang jalan sana sudah turun hujan yang sangat deras tapi hanya sebatas seberang jalan itu. Itu sebabnya para pengendara motor berhenti untuk segera mengenakan jas hujan karena akan menyeberangi jalan di depan itu. Begitu sahabat saya menengok ke belakang kami, ternyata juga terjadi hal yang sama, hujan deras. Kami benar-benar berada di tengah-tengah daerah yang tidak kena hujan. Subhanallah... pertolongan Allah ini sungguh baru pertama kali ini kami alami. Benar-benar kami lihat dengan mata-kepala kami sendiri. Sungguh fenomena yang indah dan mencengangkan!

Sahabat saya sampai mau menitikkan air mata menyaksikan kejadian itu. Ya, airmata kagum akan begitu agungnya kuasa Sang Maha Penguasa alam ini.

Mungkin deskripsi dalam tulisan ini tidak bisa menggambarkan dengan detail kejadian yang sebenarnya. Mungkin pembaca juga tidak bisa membayangkan kejadiannya dari tulisan ini. Satu hal, kami mengalaminya dan cukup itu jadi pengalaman berharga buat kami dan para pengendara motor yang ada di sana ;)

Rabu, Maret 10, 2010

Syar'i-tidaknya Busana Muslimah

Sudah tidak asing lagi di lingkungan kita sosok-sosok wanita Islam (muslimah) yang mengenakan "jilbab", dimana merupakan wujud dari apresiasi hukum wajib Islam yang harus ditaati. Dan adalah hal yang sangat menggembirakan ketika melihat para wanita Islam mulai berbondong-bondong mengenakan jilbab.


Jilbab yang dipahami masyarakat kita adalah jilbab sebagai kerudung, bukan dari makna aslinya, yakni baju luar yang dipakai untuk menutupi tubuh dari atas (kepala) sampai bawah (kaki), kemudian dikenal dengan nama hijab, karena dipakai dengan maksud untuk menghindari dari pandangan laki-laki yang bukan mahram (tidak mempunyai hubungan darah/kekerabatan).


Semakin banyaknya muslimah yang memakai jilbab dewasa ini, nampaknya tidak disia-siakan oleh dunia mode, sehingga terciptalah banyak model/kreasi jilbab yang ada di tengah-tengah masyarakat kita. Dan Pada dasarnya, model seperti apa pun jilbab yang dikenakan seorang muslimah, harus tetap mengacu pada standarisasi jilbab yang dimaksud dalam ajaran Islam, dimana fungsi sebenarnya adalah pakaian takwa atau hijab.

Adapun syarat hijab seorang muslimah adalah:

  1. Menutup seluruh badan selain yang dikecualikan, seperti muka dan telapak tangan.
  2. Tidak ada hiasan pada pakaian itu sendiri.
  3. Kain yang tebal dan tidak tembus pandang.
  4. Lapang dan tidak sempit. Karena pakaian yang sempit dapat memperlihatkan bentuk tubuh seluruhnya atau sebagian.
  5. Tidak menyerupai laki-laki.
  6. Tidak menyerupai pakaian orang kafir.
  7. Pakaian yang tidak mencolok.

Jadi, kita dapat menyimpulkan bahwa jibab itu syar'i atau tidak dengan mengacu pada tujuh syarat tersebut.


Yang menarik perhatian penulis dan perlu dicermati adalah model jilbab yang sepertinya syar'i (sesuai aturan Islam) tapi ternyata tidak syar'i. Penulis mengambil contoh salah satu model jilbab lebar (biasanya menjuntai sampai pusar atau menutupi dada) yang ada kerutan dan neci pada leher. Kalau ditarik ke belakang, samping, atau depan (sesuai modelnya), leher akan terlihat lebih ramping tapi tidak mencekik. Dan biasanya, model jilbab ini berbahan kain "jatuh" atau lembek. Kalau kita perhatikan lebih teliti, model seperti ini akan menampakkan lekuk pada pundak dan dada.


Salah satu contoh lainnya, yakni pada jilbab yang ada kerutan di kepala, melingkar dari telinga kanan ke telinga kiri. Kalau yang memakai jilbab model seperti ini menyanggul rambutnya, maka rambut akan terlihat bentuknya, karena posisi kerutan tepat di bawah sanggulan rambut. Padahal dalam konteks menutup aurat, di sini tidak hanya menjadikannya tidak kelihatan secara fisik, tapi juga secara bentuk (lekuk).


Jadi, sudah seharusnya para kaum muslimah lebih hati-hati dalam memilih model jilbab, karena yang disyari'atkan bukan hanya lebar menutup dada, tapi juga harus tebal (tidak transparan), tidak menarik perhatian, dan tidak menampakkan lekuk tubuh.

Wallahu a'lam bishshawab.

Rifatul Farida

Sumber: www.eramuslim.com

Ibu Any? Siapa, Ya?

Hari Jum'at yang lalu, saya pergi ke Islamic Book Fair 2010 bersama sahabat saya. Hari itu adalah hari pertama book fair. Setahu kami, book fair akan buka pukul 10.00 wib, jadi kami memperkirakan waktu keberangkatan agar tepat sampai di sana atau lewat sedikit.

Sampainya di sana, sudah jam 10 lewat beberapa menit. Oleh karena sahabat saya tiba-tiba kurang enak badan, akhirnya kami mampir dulu ke sebuah tenda rumah makan untuk memesan teh manis hangat. Setelah selesai, kami memutuskan untuk segera ke pintu depan gedung istora karena cuaca sangat mendung. Rupanya, belum dibuka juga pintu masuknya. Kami pun duduk-duduk di tembok taman dan di sana memang sudah banyak juga orang-orang yang lebih dulu duduk. Menjelang jam 11.00 pintu juga belum dibuka. Para pengunjung mulai jenuh.

Tanpa disengaja, saya mendengar seorang security berbicara sesuatu dengan peserta book fair untuk memindahkan kendaraannya karena tempatnya akan menjadi jalur lewatnya orang penting. Bapak security itu menyebut satu nama, Ibu Any. Saya langsung tanggap bahwa yang dimaksud adalah ibu presiden RI, Any Yudhoyono. Lalu, saya berkata pada sahabat saya bahwa kemungkinan pintu baru akan dibuka setelah Ibu Any tiba. Bertambah BT lah kami.

Tak lama ada seorang ibu duduk di samping sahabat saya. Ketika ibu itu mulai mengajak bicara tentang alasan pintu book fair belum dibuka, sahabat saya menceritakan perihal Ibu Any yang saya dapatkan. Tanpa diduga, ibu yang di samping sahabat saya itu berkata, "Ibu Any siapa ya?" Gubraaakk!!!

Mendengar cerita itu, saya tidak dapat menahan tertawa bersama sahabat saya itu. Ternyata, Ibu Any tidak cukup dikenal sebagai orang besar, ya... kok bisa?! :)

Selasa, Maret 02, 2010

Menunjukkan Keeksisan

Alhamdulillah... sampai detik ini buah hati kami, sayang kecil kami dalam keadaan sehat wal'afiat. Usianya sudah masuk bulan kelima, tepatnya 20 minggu, kalau perhitungannya tepat. Soalnya ada juga perhitungan yang 21 minggu. But, it's okey, intinya dia sehat dan jadi anak cerdas nantinya. Amiin.

Nah, beberapa hari ini, menginjak usianya yang menjelang 5 bulan, sayang kecil terasa suka gerak-gerak. Sejujurnya nggak tahu juga siy, apakah itu rasanya kalau dia sedang bergerak, tapi Bunda diyakini siy... sepertinya memang iya. Seperti hari ini, menjelang subuh tadi, sayang kecil Bunda rasain bergerak, terus Bunda bilang sama Ayah yang langsung meletakkan telapak tangannya di perut Bunda dan benar... Ayah bilang, dia merasakan ada yang bergerak di dalam perut Bunda. Berarti benar, dia sudah menunjukkan keeksisannya :)

Satu penguatan lagi. Kira-kira menjelang siang tadi, Bunda lagi ngobrol sama Ummi-nya sayang kecil, terus tiba-tiba Bunda rasain dia bergerak. Bunda panggil Ummi yang juga langsung meletakkan telapak tangannya di perut Bunda. Lagi-lagi... benar! Ummi juga merasakan gerakan sayang kecil, katanya. Senangnya... :)

"Sayang kecil... besok-besok lebih banyak bergerak lagi ya, Nak, biar bisa lebih dirasa sama Ayah dan Ummi-nya sayang kecil, okey;) Dan sebagai pertanda kalau kamu di sana sehat-sehat dan baik-baik saja karena bergerak dengan aktif."

Kita semua sayaaaaaang sama kamu, mmmuuaaaah...

Senin, Februari 15, 2010

Nyundul Bola

Sampai saat ini, sayang kecil yang sudah menginjak 18 minggu lebih dalam keadaan baik-baik saja. Tidak ada keluhan berarti. Jadi inget kalau lagi periksa ke dr. Kus, pertanyaan beliau pertama kali ketika saya masuk ruangannya adalah "Ada keluhan?" dan saya jawab, "Ngga ada, dok." Alhamdulillah... sayang kecil Bunda sehat-sehat selalu, jadi anak pintar ya, Nak :)

Ups! lupa, ada deh , bukan keluhan, tapi keanehan yang bikin lucu. Beberapa hari terakhir ini, Bunda perhatikan, perut Bunda agak-agak miring, kalau ngga ke kanan ya ke kiri. Kayaknya itu ulahnya sayang kecil deh, dia lagi miring-miring gitu. Bunda sama Ummi-nya sayang kecil bercanda, kalau dia miringnya ke kanan, "Sayang kecil lagi nyundul bola di sebelah kanan ya?" :) Begitu juga sebaliknya.

It's OK! yang terpenting dia jadi anak yang sehat nantinya dan cerdas seperti ayahnya. Amiin ;)

Rabu, Februari 10, 2010

Buat Sayang Kecil

Look at this picture first.

Itu dia jadwal bervitaminnya Bunda setiap hari. Jadwal itu tertempel rapi di meja kerja Bunda. Kenapa sampai diketik begitu? Mungkin karena saking banyaknya, Ummi-nya sayang kecil takut Bunda lupa (karena memang suka lupa) makanya dibuatin jadwal itu. Semua itu buat sayang kecil kami biar sehat dan kuat, juga biar jadi anak yang cerdas nantinya, insya Allah. Amiin.

Jadwal bervitamin itu mulai berlaku sejak hari ini. Bunda ngga mau mengatakan "lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali" karena buat sayang kecil insya Allah tidak ada kata 'terlambat'.

Dari sejak selesai sarapan minum kaplet Osteocare dari dr. Kus sampai mau pulang dan bahkan sampai di rumah, insya Allah semua dijalankan dengan senang dan sepenuh hati. Awalnya sempat trauma di pagi hari. Pertama kali minum kaplet baru itu, Bunda muntahin lagi tu obat karena ngga tertelan. Ntah, perasaan dari dulu minum obat baik-baik saja tapi kenapa kali ini malah begini?! Masa' mesti kembali seperti anak kecil yang makan obatnya pakai pisang?! Akhirnya, ditemukan solusi untuk membelah obatnya. Kedua kali minum, lancar. Selanjutnya, setengah obat Bunda muntahin dan yang tersisa Bunda coba untuk telan lagi dalam keadaan setengah hancur. Keesokan harinya, kejadian kembali terulang. Kalau dua hari yang lalu setengah obat yang dimuntahkan itu potongan kedua, hari kemarin potongan pertama. Jadi ilfil deh. Obat kedua berusaha dipikirkan agar tidak dimuntahkan lagi.

Berhasil... berhasil... berhasil! Bunda menemukan cara untuk minum kaplet itu. Walhasil, sampai tadi pagi Bunda berhasil minum tu kaplet dengan lancar, tanpa adegan dimuntahkan lagi. Alhamdulillah. Semoga semua tetap baik-baik saja dan kaplet itu berhasil Bunda habiskan dalam satu bulan ke depan ;)

Menyeberang Jalan

Sifat ingin selalu dimudahkan, ntah apa nama yang benarnya (sesuai EYD), selalu diinginkan oleh semua orang. Apalagi jika sifat itu sudah menjadi karakternya, di kondisi apapun bisa jadi sifat itu akan dominan. Perubahan statusnya menjadi seorang istri atau suami terkadang tidak serta merta membuatnya menjadi terbalik, (mungkin) pelan-pelan, atau biasa orang menyebutnya 'butuh proses'. Terkadang, ia bisa lupa sehingga lagi-lagi dia memudahkan dirinya sendiri tanpa memikirkan pasangannya. Sampai suatu ketika ia tersadar sendiri atau diingatkan oleh pasangannya. Dari kisah di bawah ini, mungkin bisa kita ambil ibrahnya.

Suatu hari, saya melihat sebuah kejadian di jalan raya. Sepasang suami-istri (saya pikir) berhenti di pinggir jalan setelah menyeberang sambil berbelok dari jalan di seberangnya. Sepertinya si suami sedang mengantar istrinya sampai di tempat berhenti itu, untuk selanjutnya si suami berangkat kerja dengan jalur yang berlawanan dengan si istri (saya pastikan si suami mau berangkat kerja karena pakaiannya mencirikan hal itu). Lalu, si istri mencium tangan suaminya, dan berangkatlah si suami.

Selang beberapa saat, saya perhatikan si istri kesulitan sekali untuk menyeberang karena begitu padatnya arus lalulintas di jalan itu. Lama sekali dia menunggu waktu yang tepat untuk menyeberang. Saya rasa perempuan muda itu bukan seorang yang takut untuk menyeberang karena gelagat seorang penakut atau tidak saya tahu karena sudah sering melihat yang seperti itu. Laju motor yang begitu cepat dan mobil pun tidak kalah cepat begitu menyeramkannya untuk memberanikan diri menyeberang. Ntah berapa menit sudah berselang akhirnya si istri itu menyeberang juga dan naik angkot.

Pertanyaannya: Mengapa si suami tidak mengantar si istri ke arah jalan sebelah kiri yang membuatnya tidak harus menyeberang jalan? Bukankah kalau motor yang memutar (saya melihat ada sebuah putaran tidak jauh dari tempat sepasang suami-istri itu berhenti) lebih mudah ketimbang orang (sendiri) yang harus menyeberang di tengah arus lalulintas yang begitu padat?

Saya tidak mau menyalahkan si suami. Tulisan saya ini bukan mau men-judge si suami lantaran membiarkan istrinya kesulitan menyeberang jalan, ditambah lagi (mungkin) si suami juga tidak tahu seberapa sulit istrinya menyeberang di jalan itu.

Semoga bisa diambil hikmahnya ;)

Senin, Februari 08, 2010

Melambaikan Tangan?

Hehehe... ntah kenapa terlintasnya judul itu. Jujur saya bingung mau tulis judul apa, yang menarik, tapi juga mencirikan isi tulisan saya.

Tepat, hari Jum'at kemarin, malamnya, sepulang dari kantor, Bunda dan Ayah berangkat untuk "menengok" keberadaan sayang kecil kami, diiringi rintik-rintik hujan menjelang sampai di RSMK. Cukup lama menanti, giliran Bunda pun tiba. Seperti biasa, dr. Kus dengan mahirnya langsung men-USG perut Bunda.

Itu dia! Itu dia sayang kecil kami. Tampak lebih besar dari satu bulan yang lalu. Kepalanya yang membuat Bunda terkesima kali ini karena ukuran terlihat sudah cukup seperti bayi yang siap lahir. Lalu, dr. Kus memperlihatkan dan memberitahukan tangan dan kakinya yang masing-masing berjumlah lengkap, sepasang, kanan dan kiri. Dia juga terlihat aktif bergerak, seperti itulah penglihatan Ayah, katanya. Senangnya. Alhamdulillah. Jantung sayang kecil juga sepertinya terlihat lebih besar dari satu bulan yang lalu dan pastinya terus berdetak. Subhanallah. Terima kasih ya, Allah...

Tak lama, ketika suster mengangkat telepon, Ayah memegang kaki Bunda sambil bertanya tentang jenis kelamin sayang kecil. Dokter pun berusaha memenuhi keinginan Ayah dan mulai mencari-cari posisi yang tepat untuk mendapatkannya. Ternyata... keinginan Ayah belum bisa dikabulkan. Sayang kecil terlalu banyak bergerak, sepertinya, soalnya ketika alat dokter gerak-gerak eh... dia juga ikut gerak-gerak, dokter jadi kesulitan deh nemuin jenis kelaminnya. Tapi, ngga apa-apa, Ayah juga tidak memperlihatkan wajah kecewa kok. Bunda siy (tiba-tiba) pengennya ngga usah tahu aja jenis kelaminnya sayang kecil, pengen jadi big surprise aja pada saatnya tiba nanti. Tapi, semua terserah Allah aja, kalau nanti ternyata terlihat ya... disyukuri :)

Berat sayang kecil sekarang 139 gram kata hasil USG, usianya menginjak 17 minggu 1 hari (pada hari Jum'at itu). Hasil USG-nya tidak bisa ditampilkan lagi di sini, soalnya gambarnya juga tidak terlalu jelas karena itu tadi, sayang kecil gerak-gerak melulu, bikin dr. Kus jadi gemes kali ya. Ups, dr. Kus atau Bunda yang gemes?? ;) Kayaknya siy... sesuai dengan permintaan Ummi-nya sayang kecil waktu sore pulang dari kantor kalau sayang kecil nanti pas "difoto" disuruh melambaikan tangan. Mungkin gerakan tangannya itu mencirikan dia sedang melambaikan tangan sama Ayah dan Bunda, iya? Terus, senyum yang terlihat di fotonya itu permintaan Bunda supaya bisa dilihat sama Ummi, iya? :)

Sayang kecil sehat selalu ya, terus tumbuh dan berkembang dengan baik ya, Nak. Ayah, Bunda, Ummi, Nenek, Kakek, Tante, Mbah Kakung, Mbah Putri, Bulek, dan semua orang sayang sama kamu dan pasti mendo'akan kamu.

Rabu, Februari 03, 2010

Ingin Bisa Mengaji

Suatu hari, saat saya sedang (insya Allah) khusyu' tilawah Al-Qur'an, datang seseorang ke meja saya. Saya tahu kedatangannya, saya pikir dia sedang memerhatikan layar komputer yang ada di samping meja saya. Tapi, tiba-tiba mulai ada rasa keanehan, saya hentikan tilawah saya dan menengok ke arahnya. Rupanya, benar, dia sedang mendengarkan tilawah saya.

Lalu, dia mulai bicara, "Gue pengen lho, bisa ngaji kayak gitu", katanya singkat dengan wajah agak-agak malu. Saya katakan saja, "Ya belajar donk!". Dia lalu bilang kalau dulu pernah belajar tapi tidak berlanjut karena sempat bertengkar dengan guru ngajinya lantaran dia baru datang (karena telat) tapi sudah langsung dikasih materi. Setelah itu, dia ngga belajar ngaji lagi, tapi dia pengen belajar lagi, namun malu. Dia malah sempat nyeletuk, "Nanti kalau calon mertua suruh gue ngaji, tapi gue ngga bisa, gimana?". Saya tersenyum mendengar kalimat dia itu. Saya lanjutkan, "Iya, nanti juga kalau ngajarin anaknya ngaji, gimana? Kalaupun anaknya belajar sama guru ngaji, nanti kalau dia nanya sama bapaknya, gimana?" Dia malah tersenyum-senyum. Saya kembali memberinya support untuk belajar ngaji lagi, tapi dia tetap bilang malu karena sudah gede tapi baru mau belajar ngaji. Saya katakan bahwa untuk kebaikan/belajar kenapa mesti malu.

Pembicaraan singkat itu pun berakhir. Saya pun melanjutkan tilawah. Di dalam hati bergumam, alhamdulillah sejak kecil saya sudah diajarkan mengaji. Saya patut mensyukuri itu.

Jumat, Januari 29, 2010

Pengantar Wanita Bicara

Wanita : Artikel mengenai pesona wanita ini menggambarkan wanita (sebagai istri, sebagai nenek, sebagai ibu, sebagai mujahiddah, sebagai guru, sebagai ustazah, sebagai anggota masyarakat dan lain-lain), mereka membuat ulah, mereka mengukir sejarah, mereka menebar pesona, namun tanpa mereka, kita tidak pernah ada, Wanita diciptakan untuk mendampingi lelaki sebagaimana ibunda Siti Hawa diciptakan mendampingi Nabi Adam, membangun peradaban ini, meneruskan keturunan dan membawa anak manusia kembali pada ILLAHI dan berbahagia dalam rumah-rumahnya di surga,


Wanita, Hadir dalam hidup kita yang penuh warna dengan sejuta pesona yang menggambarkan ; kekuatan, ketegaran, kesabaran, ketabahan, kepandaian, ketaatan, ketekunan dan kecerdasan yang luar biasa, dan yang terpenting adalah yang tidak akan pernah di alami lelaki adalah kemampuan menahan sakitnya melahirkan bahkan sampai mempertaruhkan nyawa. Namun ketika iman tidak lagi bersemayam di dada, ketika kebodohan dan emosi jiwa mencengkram kuat para wanita, pikiran sehat terbang bercampur di udara, maka wanita mampu menjadi sumber rusaknya rumah tangga, porak porandanya tiang istiqomah para lelaki, hancurnya sebuah negara, dan jeritan sakit hati dari anak-anak yang lahir tanpa kasih seorang wanita.


Maka wajarlah bila Nabi menitipkan banyak pesan kepada para wanita, dan pesan beliau untuk kita ; Wanita di ciptakan dari tulang rusuk kaum adam, bila terlalu keras dia patah, bila terlalu lembut dia bengkok. Dan bila baik wanita maka baiklah sebuah negara.


Nasehatilah para wanita dengan baik, karena sesungguhnya mereka diciptakan dari tulang rusuk. Sesungguhnya bagian yang paling bengkok pada tulung rusuk wanita adalah yang paling atas. Maka , jika kamu paksa meluruskannya, kamu akan mematahkannya dan jika kamu membiarkannya, ia akan tetap bengkok (HR Bukhari).


Wanita, mari bergandeng tangan meniti tangga ke surga. Di sanalah seharusnya tempat kita, ketika derita dan susah payah bukan lagi milik kita, namun semua itu hanya bisa di lakukan ketika kita bergelar "wanita Sholeha" dengan bantuan diri kita sendiri dan para lelaki yang bergelar suami, anak, ayah dan para ulama.


Bangkitlah wanita, kita di ciptakan hanyalah untuk beribadah dan membawa diri dan orang-orang di sekeliling kita untuk kembali pada ALLAH SWT.

Salam pesona wanita, From Syaffiya

www.eramuslim.com

Senin, Januari 18, 2010

Lemas..., Kenapa, ya?

Ngga tahu kenapa, hari ini selesai sarapan badan tiba-tiba jadi lemes banget. Ini ngetik2 di keyboard pun sambil terantuk-antuk, salah2 melulu ketik hurufnya, gak ada tenaga. Awalnya kepala berat, sekarang menjalar ke badan. Tadi udah dipijit2 sama Ummi-nya sayang kecil, tapi masih lemes aja. Alhamdulillah naskah sedang di-setting, jadi agak2 free.

Kenapa, ya? Apakah ada pertumbuhan dari sayang kecil yang buat Bundanya jadi agak2 loyo begini, ya? Atau karena masalah perut yang sejak pagi tadi sampai2 mengganggu jadwal berangkat ke kantor?

Udahan aja deh, mau coba rebahin kepala. Semoga jika memang sayang kecil sedang bertumbuh dan berkembang di dalam perut Bunda, ia baik2 selalu :) Amiin.

Jumat, Januari 15, 2010

Harus Dibeliin!

Selepas makan siang, ketika Bunda sedang asyik di depan komputer, tiba-tiba terdengar suara sms dari handphone. Tapi, tidak langsung dilihat karena Bunda sedang asyik baca artikel bumil di internet.

Begitu dilihat... ternyata kiriman sebuah gambar. Tau gambar apa itu? Ini dia gambarnya.


Si pengirim pesan menulis pesanya begini, "Maaf, cuma ngirim gambar, Hehe". Betapa kesalnya. Udah tau Bunda suka makanan itu, terus lagi ada sayang kecil juga, eh... malah dibuat ngiler dengan cuma dikirimin gambar makanannya doank, sedangkan yang di sana enak banget ngga cuma bisa diliat tapi juga bisa disantap.

Ayaaaaaaah!!!

Pisang 'Malang'

Katanya lagi... ibu hamil itu keinginan untuk makannya bisa double alias lebih banyak. Jelas, karena bukan cuma makan untuk dirinya sendiri tapi untuk si bayi juga, biar sehat dan memiliki berat badan yang pas.

Nah, saya juga tak luput dari "katanya" yang satu ini. Apalagi, walau belum hamil pun, saya memang doyan makan, lebih tepatnya doyan ngemil. Hari ini, ketika mengambil lauk tambahan dari kantin, ternyata buahnya pisang ambon. Ummi-nya sayang kecil yang ngga suka dengan buah ini jelas memberikan jatahnya pada Bunda. Jadilah buah pisang untuk Bunda jadi 2 buah. Oleh karena kita hanya ingin mengambil lauknya saja, di meja makan kita pindahin lauknya untuk dijadikan satu tempat saja. Tanpa disengaja, di meja itu masih ada tempat makan orang-orang yang makan duluan dan belum dibereskan, Ummi-nya sayang kecil melihat 2 buah pisang yang tidak disentuh sama sekali, diambillah pisang itu, daripada mubazir, pikir Ummi-nya sayang kecil.

Lalu, tanpa disengaja pula, Ummi-nya sayang kecil melihat 1 buah pisang dengan kondisi yang sama di meja sebelah, Bunda pun diminta untuk mengambilnya. Hihihi... jadi... ada berapa jumlah pisang sekarang??? ;) Ya, ada 5 buah pisang di tangan Bunda dan semuanya Bunda bawa, dengan satu kalimat "semua untuk Bunda" (atau... ada yang berminat???). Hebat! Ini dia rupa pisang-pisang 'malang' itu.


Kenapa? Ada yang aneh? Ada yang salah hitung jumlah pisang? Ngga kok, tidak ada yang salah hitung. Memang jumlah pisangnya semua ada 5 buah, tapi sudah dimakan Bunda 1 buah dan baru terpikir untuk membuat tulisan ini, jadi difotolah apa yang ada ;)

So... apakah kelima pisang itu akan dimakan semuanya oleh Bunda seorang??? Penasaran?
Kita lihat saja... ;)

Sayang...Ndut!

Katanya, kebiasaan ibu hamil salah satunya adalah sering ke kamar mandi untuk buang air kecil. Saya juga tidak luput dari kebiasaan baru ini. Bahkan terkadang suka lelah sendiri karena belum ada jeda 1 jam udah harus balik lagi ke toilet. Tapi, Ummi-nya sayang kecil selalu mengingatkan untuk ngga selalu mengeluh karena itu bagian dari keberadaan sayang kecil juga.

Nah, tadi siang waktu sayang ke toilet, seperti biasa saya selalu mengelus-elus dia sambil mengajaknya bicara beberapa kata. Ntah kenapa tadi waktu mengelus-elusnya, saya sambil berkata, "sayang...ndut!", lalu saya tersenyum-senyum sendiri. Sebenarnya kata "ndut" itu untuk mewakili perut saya yang semakin membuncit, tapi ntah kenapa jadi ngomongin sayang kecil, seolah-olah :)

Kalau kata Ummi-nya sayang kecil, "nanti sayang kecil beneran ndut, loh!", saya hanya tersenyum saja waktu dikatain itu. Ngga penting ndut atau tidak, yang penting dia tumbuh dan berkembang dengan normal dan sehat, "ya, sayang ya..." ;)

3 Tahap Perubahan Posisi Bayi Ketika Akan Lahir

Pernahkah terpikirkan ketika manusia akan lahir dari rahim ibunya ?

Ketika saya melihat Buku Biologi anak saya yang telah lusuh berada di dalam gudang, Saya buka kemudian saya melihat foto bayi dalam rahim. Yang menarik saya untuk mempostingkan foto ini adalah betapa cerdasnya kita ketika mau lahir ke bumi ini. Pada foto pertama tersebut posisi bayi masih jauh dari pintu yang akan dilalui, kemudian pada posisi kedua sudah mulai mendekati pintu dan pintu keluar mulai membesar secara otomatis, lo kok otomatis… kayak mesin saja…he..he… maksudnya buka sendiri. Yang lucunya tahap ketiga kepala bayi nongol… kaya tau saja jalan keluar…he…he…pintar juga tu bayi…, tahap keempat bayi bayi sudah di luar dan tali pusar yang memberi subsidi diputuskan dari rahim terhadap bayi kembali secara otomatis, paru-paru, jantung , ginjal semua mulai berfungsi yang tadinya adalah dibantu oleh rahim baik itu pernapasan maupun gerakan jantung dan termasuk makanan, subsidi masih ada yaitu air susu ibu sudah mulai ada dan siap untuk menyabut bayi yang baru lahir tersebut.


Subhanallah betapa besarnya kekuasaan Allah, yang mana waktu itu kita tidak tau apa-apa. Dan proses tersebut tidak berjalan mulus untuk setiap bayi, tapi ada yang gagal, bahkan meninggal dalam kandungan tidak bisa keluar. Sedangkan kita Allhamdulillah, berjalan mulus dan bisa blogging sekarang. Ini ah suatu pandangan betapa beratnya pengorbanan ibu kita. Bahkan ada yang meninggal dunia saat melahirkan. Mudah mudah-mudahan kita orang yang bersyukur kepada Allah dan kepada Ibu dan Ayah kita. Amin….

http://www.everizal.com

Rabu, Januari 13, 2010

Ini Dia

Ini janji saya, foto hasil USG sayang kecil di usia 3 bulan kemarin. Agak-agak nda jelas siy, tapi...mungkin terlihat ;)


Eits, udah dilihat? Itu hasil fotonya agak-agak gelap karena hanya pakai kamera ponsel, jadi agak-agak dimanipulasi sedikit biar lebih jelas terlihat. Memang belum jelas-jelas banget juga aslinya karena masih 3 bulan, tapi bagian-bagian yang membentuk kepala, badan, kaki, dan tangannya hampir terlihat (di layar USG). Satu yang jelas adalah jantungnya yang kemarin berdetak cukup kuat. Mudah-mudahan bulan depan bisa terlihat lebih jelas lagi.

It's amazing moment. He/she inside my stomach. Move there. He/she life. Thanks Allah, You're Almighty.

Selasa, Januari 12, 2010

Mengenang...

He..he..dari judulnya kayaknya tulisannya serem ya? Ngga kok, justru isinya adalah cerita lucu (klo bisa dibilang lucu, he..he..).

Hari ini, Mba QQ udah kembali masuk kantor lho...setelah satu pekan lebih dia cuti menikah dan menjalani kehidupan barunya bersama keluarga baru. Beberapa saat setelah dia datang, Bunda dan Ummi-nya sayang kecil mendatangi Mba QQ, kita menginterogasinya, terutama tentang perjalanan honeymoon-nya, kalau bisa dibilang begitu. Ups, maaf Mba QQ, bukan bermaksud menyepelekan, habisnya setelah denger cerita Mba QQ, rasanya ngga tega karena jalan-jalannya malah bikin Mba QQ tepar di jalan. Tapi...pasti menyenangkan. Iya, kan?! ;)

Iya, Mba QQ jalan-jalan ke Garut, tepatnya ke Pamempeuk (bener ngga ya namanya?!). Tau apa yang bikin kita semua tercengang? dia dan suaminya pergi ke sana pakai motor!!! Bayangkan! Betapa capeknya. Mba QQ aja sampe tertidur-tidur di motor, kan kasian. Tapi, sungguh ini pasti akan jadi pengalaman tak terlupakan, seumur hidup. Apalagi belum tentu bisa sering-sering. Kalau kata Tuti, "mumpung masih berdua, puas-puasin deh jalan-jalannya", lalu ditambah sama Ummi-nya sayang kecil "iya, jangan kayak yang ini (nunjuk Bunda) udah nggak bisa ke mana-mana lagi", kemudian kita semua tertawa deh ;)

*ralat Pameungpeuk

Nah, setelah mendengar cerita Mba QQ itu, Bunda jadi teringat dengan masa-masa... (apa ya...?) yang sama seperti Mba QQ alami, jalan-jalan dengan "orang baru". Waktu itu, Bunda sama sekali gak tahu mau dibawa ke mana, Bunda diculik sama Ayah, mana perjalanannya jauh banget, sampai-sampai saltum waktu sampai di sana. Bahkan Bunda diajak nyeberang pulau, coba! Tapi, ya itulah...itu adalah pengalaman yang insya Allah selamanya tak akan terlupakan dan insya Allah semua orang akan merasakan itu. Sesederhana apa pun bentuk honeymoon itu, pastinya akan jadi kenangan yang patut dikenang. Makasih ya, Ayah :)

(nanti Ummi-nya sayang kecil juga akan merasakan itu kok, insya Allah;))

Senin, Januari 11, 2010

Pengen Kontrol Lagi...

Tiba-tiba rasa penasaran muncul menjelang sore ini. Beberapa saat setelah mengelus sayang kecil, rasanya pengen cepet-cepet ke dr. Kus lagi, pengen liat perkembangan sayang kecil. Insya Allah sudah ada pertumbuhan dan perkembangan selepas 1 pekan ini. Tapi...Bunda harus bersabar, karena jadwal kontrolnya baru bulan depan lagi. Kalau harus mengikuti keinginan untuk kontrol setiap pekan...ehm, bisa dipastikan kantongnya Ayah bisa jebol alias bangkrut. Bisa-bisa biaya buat lahiran sayang kecil habis cuma buat biaya kontrol. He..he..he....

Hal yang bisa dilakukan sekarang adalah...banyak-banyak asupan makanan bergizi supaya saat menengok sayang kecil bulan depan, dia sudah bertambah pertumbuhan dan perkembangannya. Tul, gak?! ;) Terus...Bunda juga ngga boleh capek-capek 'n sedih-sedih, biar sayang kecil selalu sehat, baik jasmani dan ruhaninya. Ups, tapi kan dari usianya sayang kecil berarti dia belum ditiupkan ruh oleh Sang Mahakuasa. But...dilatih dari sekarang juga ngga ada salahnya, kan?!

Eh, ada naskah dateng niy...kerja lagiiiii... ;)

Suami yang Care

Entah mengapa, tiba-tiba ingin menulis artikel ini. Sejujurnya saya lupa latar belakangnya, lagi-lagi karena ketika ide muncul tidak langsung ditulis jadi pasti lupa.

Ketika seorang istri sedang hamil, suami dituntut untuk lebih care dengan keadaan istrinya. Kenapa? Karena bukan hanya si calon ibu yang harus menjaga calon buah hati, melainkan si calon bapak pun dituntut peran sertanya. Jangan sampai ketika si anak lahir, dia tidak kenal dengan bapaknya karena selama ibunya hamil tidak pernah sekalipun suami care dengan kandungan istrinya itu.

Ups, tiba-tiba pikiran saya buntu tentang ide menulis artikel ini. Maaf ya...nanti saya lanjutkan lagi.

Celana Jins dan SMS Istri

Ada sebuah artikel yang...cukup menggelitik. Silakan disimak :)

Celana Jins dan SMS Istri

Kehidupan adalah kampus terbaik. Ya, saya setuju dengan kalimat bijak tersebut. Terbukti, kita bisa belajar dari mana saja dari kehidupan ini. Banyak hikmah yang terkandung dari pengalaman dan peristiwa yang terjadi. Semuanya menjadi bukti kebesaran-Nya.

Hal paling kecil pun bisa menjadi pertanda kebesaran Allah. Misalnya, lebah dan semut. Maka, tak ada alasan untuk mengingkari nikmat-Nya. Sudah seharusnya manusia bersyukur atas nikmat-nikmat itu.

”Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya.” (QS An-Nahl: 18)

*****

Beberapa bulan belakangan, aktivitas saya begitu padat. Intensitas kegiatan di kantor tersebut cukup menyita waktu dan tenaga. Imbasnya, saya terkadang kurang memperhatikan hal-hal kecil yang sebenarnya cukup mengganggu.

Dampak lainnya, intensitas pertemuan saya dengan keluarga juga minim. Namun, saya tak mau larut dengan keluhan ini itu. Saya tak suka menunda pekerjaan yang bisa berakibat menumpuknya pekerjaan lain.

Kendati sibuk, sebisa-bisanya saya tetap meluangkan waktu untuk istri di rumah. Kerja boleh padat, tapi keluarga tetap prioritas. Yang tak kalah penting, baca bismillah setiap akan memulai sesuatu dan salat tepat waktu. Istiqamah dalam menjaga ibadah itu memang tak mudah, tapi kita harus yakin bisa. Saya bersyukur punya istri yang begitu baik dan selalu mengingatkan dalam hal ibadah.

Suatu ketika, sebuah pesan singkat (SMS) masuk di ponsel saya. Saya diminta untuk ke kantor saat itu juga. Ada panggilan tugas mendadak yang harus segera dirampungkan. Setelah mandi dan sarapan, saya bergegas mengambil kemeja di lemari. Karena terburu-buru, setelah memakai kemeja, saya mengambil celana jins di centelan pintu kamar.

Sebelumnya, istri saya sudah mengingatkan agar saya tak memakai celana jins di centelan tersebut. Alasannya, celana ”Maaf, tapi saya buru-buru,” jawab saya kepada dia. Setelah mengucapkan salam kepada istri, saya langsung berangkat ke kantor.

Waktu kian beranjak siang, saya masih meeting. Setelah azan salat Duhur memanggil, saya lekas minta izin untuk salat dahulu. Setelah salat, beberapa waktu kemudan ponsel saya berbunyi, menyampaikan SMS baru.

Rupanya, SMS itu berisi dari istri saya. Namun, semuanya mendadak berubah. Saya tertegun membaca SMS tersebut. Saya yang tadinya semangat menjadi lemas. Raut wajah ini saat itu tak dapat menyembunyikan rasa malu. Apa penyebabnya?

Istri saya ternyata tak suka saya memakai celana jins tadi. Dalam SMS itu, istri saya kecewa karena saya mengenakan jins yang seharusnya dia cuci pagi itu. ”Tak pantas menghadap Allah dengan memakai celana yang sudah lusuh dan kotor,” demikian sebagian isi pesan singkat tersebut.

Saya terhenyak. Bibir saya terasa kelu. Saya betul-betul malu. Istri saya benar. Tak seharusnya saya menghadap Sang Pencipta dalam keadaan memakai celana jins yang mungkin saja sudah kotor tersebut.

Malam ketika mengedit berita, saya teringat dengan SMS tersebut. Sungguh, saya bersyukur dengan anugerah Allah yang begitu besar ini. Ada seorang perempuan baik yang kerap mengingatkan dalam hal kebaikan. Semoga Allah selalu merahmatinya.

Rabbana hablana min azwajina wadzurriyatina qurrata a’yun waj’alna lil muttaqina imama...

Graha Pena, 5 Januari 2010
prasetyo_pirates@yahoo.co.id