Senin, Februari 15, 2010

Nyundul Bola

Sampai saat ini, sayang kecil yang sudah menginjak 18 minggu lebih dalam keadaan baik-baik saja. Tidak ada keluhan berarti. Jadi inget kalau lagi periksa ke dr. Kus, pertanyaan beliau pertama kali ketika saya masuk ruangannya adalah "Ada keluhan?" dan saya jawab, "Ngga ada, dok." Alhamdulillah... sayang kecil Bunda sehat-sehat selalu, jadi anak pintar ya, Nak :)

Ups! lupa, ada deh , bukan keluhan, tapi keanehan yang bikin lucu. Beberapa hari terakhir ini, Bunda perhatikan, perut Bunda agak-agak miring, kalau ngga ke kanan ya ke kiri. Kayaknya itu ulahnya sayang kecil deh, dia lagi miring-miring gitu. Bunda sama Ummi-nya sayang kecil bercanda, kalau dia miringnya ke kanan, "Sayang kecil lagi nyundul bola di sebelah kanan ya?" :) Begitu juga sebaliknya.

It's OK! yang terpenting dia jadi anak yang sehat nantinya dan cerdas seperti ayahnya. Amiin ;)

Rabu, Februari 10, 2010

Buat Sayang Kecil

Look at this picture first.

Itu dia jadwal bervitaminnya Bunda setiap hari. Jadwal itu tertempel rapi di meja kerja Bunda. Kenapa sampai diketik begitu? Mungkin karena saking banyaknya, Ummi-nya sayang kecil takut Bunda lupa (karena memang suka lupa) makanya dibuatin jadwal itu. Semua itu buat sayang kecil kami biar sehat dan kuat, juga biar jadi anak yang cerdas nantinya, insya Allah. Amiin.

Jadwal bervitamin itu mulai berlaku sejak hari ini. Bunda ngga mau mengatakan "lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali" karena buat sayang kecil insya Allah tidak ada kata 'terlambat'.

Dari sejak selesai sarapan minum kaplet Osteocare dari dr. Kus sampai mau pulang dan bahkan sampai di rumah, insya Allah semua dijalankan dengan senang dan sepenuh hati. Awalnya sempat trauma di pagi hari. Pertama kali minum kaplet baru itu, Bunda muntahin lagi tu obat karena ngga tertelan. Ntah, perasaan dari dulu minum obat baik-baik saja tapi kenapa kali ini malah begini?! Masa' mesti kembali seperti anak kecil yang makan obatnya pakai pisang?! Akhirnya, ditemukan solusi untuk membelah obatnya. Kedua kali minum, lancar. Selanjutnya, setengah obat Bunda muntahin dan yang tersisa Bunda coba untuk telan lagi dalam keadaan setengah hancur. Keesokan harinya, kejadian kembali terulang. Kalau dua hari yang lalu setengah obat yang dimuntahkan itu potongan kedua, hari kemarin potongan pertama. Jadi ilfil deh. Obat kedua berusaha dipikirkan agar tidak dimuntahkan lagi.

Berhasil... berhasil... berhasil! Bunda menemukan cara untuk minum kaplet itu. Walhasil, sampai tadi pagi Bunda berhasil minum tu kaplet dengan lancar, tanpa adegan dimuntahkan lagi. Alhamdulillah. Semoga semua tetap baik-baik saja dan kaplet itu berhasil Bunda habiskan dalam satu bulan ke depan ;)

Menyeberang Jalan

Sifat ingin selalu dimudahkan, ntah apa nama yang benarnya (sesuai EYD), selalu diinginkan oleh semua orang. Apalagi jika sifat itu sudah menjadi karakternya, di kondisi apapun bisa jadi sifat itu akan dominan. Perubahan statusnya menjadi seorang istri atau suami terkadang tidak serta merta membuatnya menjadi terbalik, (mungkin) pelan-pelan, atau biasa orang menyebutnya 'butuh proses'. Terkadang, ia bisa lupa sehingga lagi-lagi dia memudahkan dirinya sendiri tanpa memikirkan pasangannya. Sampai suatu ketika ia tersadar sendiri atau diingatkan oleh pasangannya. Dari kisah di bawah ini, mungkin bisa kita ambil ibrahnya.

Suatu hari, saya melihat sebuah kejadian di jalan raya. Sepasang suami-istri (saya pikir) berhenti di pinggir jalan setelah menyeberang sambil berbelok dari jalan di seberangnya. Sepertinya si suami sedang mengantar istrinya sampai di tempat berhenti itu, untuk selanjutnya si suami berangkat kerja dengan jalur yang berlawanan dengan si istri (saya pastikan si suami mau berangkat kerja karena pakaiannya mencirikan hal itu). Lalu, si istri mencium tangan suaminya, dan berangkatlah si suami.

Selang beberapa saat, saya perhatikan si istri kesulitan sekali untuk menyeberang karena begitu padatnya arus lalulintas di jalan itu. Lama sekali dia menunggu waktu yang tepat untuk menyeberang. Saya rasa perempuan muda itu bukan seorang yang takut untuk menyeberang karena gelagat seorang penakut atau tidak saya tahu karena sudah sering melihat yang seperti itu. Laju motor yang begitu cepat dan mobil pun tidak kalah cepat begitu menyeramkannya untuk memberanikan diri menyeberang. Ntah berapa menit sudah berselang akhirnya si istri itu menyeberang juga dan naik angkot.

Pertanyaannya: Mengapa si suami tidak mengantar si istri ke arah jalan sebelah kiri yang membuatnya tidak harus menyeberang jalan? Bukankah kalau motor yang memutar (saya melihat ada sebuah putaran tidak jauh dari tempat sepasang suami-istri itu berhenti) lebih mudah ketimbang orang (sendiri) yang harus menyeberang di tengah arus lalulintas yang begitu padat?

Saya tidak mau menyalahkan si suami. Tulisan saya ini bukan mau men-judge si suami lantaran membiarkan istrinya kesulitan menyeberang jalan, ditambah lagi (mungkin) si suami juga tidak tahu seberapa sulit istrinya menyeberang di jalan itu.

Semoga bisa diambil hikmahnya ;)

Senin, Februari 08, 2010

Melambaikan Tangan?

Hehehe... ntah kenapa terlintasnya judul itu. Jujur saya bingung mau tulis judul apa, yang menarik, tapi juga mencirikan isi tulisan saya.

Tepat, hari Jum'at kemarin, malamnya, sepulang dari kantor, Bunda dan Ayah berangkat untuk "menengok" keberadaan sayang kecil kami, diiringi rintik-rintik hujan menjelang sampai di RSMK. Cukup lama menanti, giliran Bunda pun tiba. Seperti biasa, dr. Kus dengan mahirnya langsung men-USG perut Bunda.

Itu dia! Itu dia sayang kecil kami. Tampak lebih besar dari satu bulan yang lalu. Kepalanya yang membuat Bunda terkesima kali ini karena ukuran terlihat sudah cukup seperti bayi yang siap lahir. Lalu, dr. Kus memperlihatkan dan memberitahukan tangan dan kakinya yang masing-masing berjumlah lengkap, sepasang, kanan dan kiri. Dia juga terlihat aktif bergerak, seperti itulah penglihatan Ayah, katanya. Senangnya. Alhamdulillah. Jantung sayang kecil juga sepertinya terlihat lebih besar dari satu bulan yang lalu dan pastinya terus berdetak. Subhanallah. Terima kasih ya, Allah...

Tak lama, ketika suster mengangkat telepon, Ayah memegang kaki Bunda sambil bertanya tentang jenis kelamin sayang kecil. Dokter pun berusaha memenuhi keinginan Ayah dan mulai mencari-cari posisi yang tepat untuk mendapatkannya. Ternyata... keinginan Ayah belum bisa dikabulkan. Sayang kecil terlalu banyak bergerak, sepertinya, soalnya ketika alat dokter gerak-gerak eh... dia juga ikut gerak-gerak, dokter jadi kesulitan deh nemuin jenis kelaminnya. Tapi, ngga apa-apa, Ayah juga tidak memperlihatkan wajah kecewa kok. Bunda siy (tiba-tiba) pengennya ngga usah tahu aja jenis kelaminnya sayang kecil, pengen jadi big surprise aja pada saatnya tiba nanti. Tapi, semua terserah Allah aja, kalau nanti ternyata terlihat ya... disyukuri :)

Berat sayang kecil sekarang 139 gram kata hasil USG, usianya menginjak 17 minggu 1 hari (pada hari Jum'at itu). Hasil USG-nya tidak bisa ditampilkan lagi di sini, soalnya gambarnya juga tidak terlalu jelas karena itu tadi, sayang kecil gerak-gerak melulu, bikin dr. Kus jadi gemes kali ya. Ups, dr. Kus atau Bunda yang gemes?? ;) Kayaknya siy... sesuai dengan permintaan Ummi-nya sayang kecil waktu sore pulang dari kantor kalau sayang kecil nanti pas "difoto" disuruh melambaikan tangan. Mungkin gerakan tangannya itu mencirikan dia sedang melambaikan tangan sama Ayah dan Bunda, iya? Terus, senyum yang terlihat di fotonya itu permintaan Bunda supaya bisa dilihat sama Ummi, iya? :)

Sayang kecil sehat selalu ya, terus tumbuh dan berkembang dengan baik ya, Nak. Ayah, Bunda, Ummi, Nenek, Kakek, Tante, Mbah Kakung, Mbah Putri, Bulek, dan semua orang sayang sama kamu dan pasti mendo'akan kamu.

Rabu, Februari 03, 2010

Ingin Bisa Mengaji

Suatu hari, saat saya sedang (insya Allah) khusyu' tilawah Al-Qur'an, datang seseorang ke meja saya. Saya tahu kedatangannya, saya pikir dia sedang memerhatikan layar komputer yang ada di samping meja saya. Tapi, tiba-tiba mulai ada rasa keanehan, saya hentikan tilawah saya dan menengok ke arahnya. Rupanya, benar, dia sedang mendengarkan tilawah saya.

Lalu, dia mulai bicara, "Gue pengen lho, bisa ngaji kayak gitu", katanya singkat dengan wajah agak-agak malu. Saya katakan saja, "Ya belajar donk!". Dia lalu bilang kalau dulu pernah belajar tapi tidak berlanjut karena sempat bertengkar dengan guru ngajinya lantaran dia baru datang (karena telat) tapi sudah langsung dikasih materi. Setelah itu, dia ngga belajar ngaji lagi, tapi dia pengen belajar lagi, namun malu. Dia malah sempat nyeletuk, "Nanti kalau calon mertua suruh gue ngaji, tapi gue ngga bisa, gimana?". Saya tersenyum mendengar kalimat dia itu. Saya lanjutkan, "Iya, nanti juga kalau ngajarin anaknya ngaji, gimana? Kalaupun anaknya belajar sama guru ngaji, nanti kalau dia nanya sama bapaknya, gimana?" Dia malah tersenyum-senyum. Saya kembali memberinya support untuk belajar ngaji lagi, tapi dia tetap bilang malu karena sudah gede tapi baru mau belajar ngaji. Saya katakan bahwa untuk kebaikan/belajar kenapa mesti malu.

Pembicaraan singkat itu pun berakhir. Saya pun melanjutkan tilawah. Di dalam hati bergumam, alhamdulillah sejak kecil saya sudah diajarkan mengaji. Saya patut mensyukuri itu.