Senin, Juni 14, 2010

Wanita Langsing

“Assalamu’alaikum, hai Ninaa... wah kangen deh, udah lama gak ketemu, makin subur aja nih...”, jerit kecil Rani dalam sebuah reuni SMP 79 di Jakarta baru-baru ini. Setelah perjumpaan intens itu serta bercanda-ria melalui facebook, akhirnya 5 wanita muda yang sudah tidak bisa dibilang muda lagi, karena usianya sekitar 30 sampai 35 tahunan ini memutuskan untuk berjumpa dalam rangka temu kengen dengan teman-teman satu gengnya dulu, sewaktu mereka masih remaja. “Ikkhh, tebel...”, cubit si langsing Rani, ke lengan Nina yang hanya mesem-mesem tak enak. Kemudian Dian mengalihkan pembicaraan yang menurutnya sudah tidak kondusif lagi karena melihat raut wajah Nina yang agak tidak sumringah seperti biasa.

Di tempat yang lain, “Hai, Ustad Gendut, ayo makan nih Ustad Gendut”, sambil menyorongkan piring berisi roti bakar dan teh manis, Dito, siswa kelas 2 SMP menyorongkan sepiring roti bakar pada ustadnya dalam acara perkemahan akhir tahun di Puncak. Dengan tergopoh-gopoh sang ustad yang memang bertubuh gemuk menyeret tubuhnya yang masih malas bermandikan cahaya matahari dan udara yang sejuk, membuatnya semakin malas untuk bergerak. Tanpa sadar sikapnya itu membuat anak-anak muridnya menjadi berani untuk tidak menghormatinya, dengan panggilan yang melecehkan, “ustad gendut” begitulah panggilannya. Sang ustad pun terlalu malas untuk menjawab atau menegur si anak murid.

“Sst, istri antum hamil lagi ya”, demikian bisik Pak Johan kepada Pak Ferdi ketika mereka bertemu di Bandara Sukarno Hatta. Lalu, perbincangan mereka merembet kesana dan sini yang utamanya menanyakan keadaan bisnis masing-masing. Kemudian dengan wajah malu Pak ferdi menyatakan “Tidak, mungkin istri ana lagi senang, sehingga nafsu makannya agak banyak akhir-akhir ini”, jelasnya ragu dan segera mengalihkan pembicaraan pada hal lain yang membuat suasana pertemuan menjadi lebih nyaman.

“Subhanallah, Anti makin lebar, lagi senang yaa”, demikian sapa sang murrobiyah, guru ngaji wanitanya Santi yang sudah 7 tahun tidak bertemu dengannya sejak Santi dibawa suaminya ke Palembang. ”Iya ni mbak, di palembang makan melulu, keluarga si mas kan punya restoran pempek, dan makanannya enak-enak”, tawa Santi.

Si gemuk, Si gendut, si lebar, si tebel, sungguh bukanlah julukan atau panggilan atau pengenalan kepada seseorang yang menyenangkan, apalagi bila dia seorang wanita, maka kegemukan yang berterusan serta langkah yang lambat menyeret tubuhnya membuat sang wanita gemuk akan menjadi minder. Terlebih lagi keadaan seperti ini diingatkan terus oleh teman-temannya atau sanak saudaranya, sementara banyaknya iklan televisi, majalah dan iklan lain dimana-mana yang menggambarkan bahwa tubuh langsing yang dibalut pakaian tipis bahkan setengah terbuka adalah tubuh idaman semua lelaki dan juga impian hampir semua wanita. Media telah membuat image bahwa si langsing adalah ratu, dan dimanapun dia berada, dia berhak mendapatkan prioritas baik dari segi pekerjaan, pertemanan maupun hak untuk mem-bully teman-teman wanitanya yang gemuk.

Bahkan sekarang ini, ukuran eksistensi seseorang sering dilihat dari fisiknya, apalagi bila seorang Da’i adalah wanita maka orang akan melihat dari fisiknya. Bila fisiknya langsing maka menyenangkan untuk diihat dan dia berhak untuk menjadi wanita idola.

Oleh karena itu bila para Da’i wanita (khususnya) kurang gemar untuk bersyiar, maka tidak ada lagi idola terhadap wanita solehah. Tidak akan banyak lagi wanita yang berlomba-lomba mendapatkan gelar sholehah itu, karena lebih banyak wanita mengejar derajat kelangsingan daripada derajat kesolehannya.

Apakah tidak jelas bagimu sabda Rasululloh bahwa : “Dunia adalah perhiasan, Sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang sholehah” (HR. Muslim)

Jadi, sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita yang sholehah, tidak wanita yang langsing, bukan?

http://www.eramuslim.com/akhwat/wanita-bicara/wanita-langsing.htm

Rabu, Juni 02, 2010

Ada Maunya

Wah... sayang kecil sudah semakin 'menjadi-jadi' tendangannya. Saya berani mengatakan tendangan karena yakin memang tendangan yang saya rasakan di perut bagian atas. Saya merasa (mudah-mudahan memang benar) itu adalah bagian kakinya yang sudah berada di bagian atas rahim. Alhamdulillah... kekhawatiran akan posisi sungsang yang sempat dilihat di layar USG beberapa pekan yang lalu akhirnya hilang karena sayang kecil sudah berada pada posisi yang benar untuk bisa lahir secara normal.

Nah, beberapa hari ini, ketika saya sedang beraktivitas, sayang kecil sering kali menendang-nendang di bagian yang tadi saya sebutkan. Tapi, ketika saya mengusap-usapnya, tendangan itu berhenti. Waktu saya lepaskan tangan, dia menendang lagi. Lalu, saya usap-usap lagi, dia diam. Saya lepas, dia menendang lagi, begitu seterusnya sampai beberapa kali.

Hari ini, kejadian itu terjadi lagi. Kali ini ummi-nya sayang kecil yang jadi sasaran. Ketika saya sedang ingin memejamkan mata sejenak, 15' menjelang waktu ashar, ummi-nya sayang kecil mengusap-usap sayang kecil. Tidak lama, tangan ummi-nya dilepas dan dia menendang, padahal saya sudah ingin terlelap. Saya terbangun dan mengatakan pada ummi-nya sayang kecil bahwa dia ingin terus diusap, bila dilepas pasti menendang. Ternyata benar terjadi, beberapa kali kejadian itu terulang lagi. Kami jadi saling tertawa menyaksikan tingkahnya sayang kecil di dunianya sana :)

Rupa-rupanya (mungkin) sayang kecil memang lagi ada maunya, mau terus-terus diusap. Ketika usapan itu hilang, dia merasa tidak diperhatikan sehingga menunjukkannya lewat tendangan agar ada orang yang memerhatikannya dengan mengusap-usapnya lagi.

Duh... sayang kecil... senangnya bisa merasakan semua gerakannya di dalam perut ini. Alhamdulillah. Semua ini akan menjadi kenangan indah yang tidak akan pernah terlupakan bahkan sampai nanti dia tumbuh dewasa, insya Allah.

Hanya "I Love You"

Sepulang kerja kemarin, hampir menjelang Isya saya baru selesai menunaikan sholat maghrib. Saya langsung menatap televisi yang juga sedang ditonton oleh mama. Isinya berita tentang nasib relawan kemanusiaan yang sedang menuju ke Gaza, yang dihadang oleh Israel. Pada segmen itu, sedang diwawancara seorang wanita, istri seorang penumpang di kapal kemanusiaan itu, seorang reporter salah satu stasiun TV swasta, M. Yasin. Wanita itu bernama Veronika (belakangan saya tahu nama lengkapnya Veronika Baiin).

Ketika pembawa acara tv menanyakan sebuah pertanyaan, "Apa kabar terakhir yang disampaikan Yasin kepada Anda?" Istrinya itu menjawab, "Dia tahu saya orangnya lemah sehingga tidak pernah memberi kabar-kabar yang buruk. Terakhir dalam sms-nya dia hanya bilang 'I Love You, salam untuk semuanya'." Saat Veronika mengatakan itu, berkaca-kaca matanya dan sedikit terisak menahan tangis.

Saya yang menyaksikan tayangan itu cukup merasa... apa ya... antara sedih dan iba. Ibu Veronika itu juga sempat menuturkan bahwa jujur dia bangga kepada suaminya atas apa yang dijalankannya itu, sebuah misi mulia, misi kemanusiaan. Tapi, sekali lagi, (mungkin) istri mana yang tidak sedih mendengar kabar seperti itu terhadap orang yang dicintainya.

Lalu, tiba-tiba saya langsung teringat dengan suami yang saat itu belum lagi tiba di rumah. Ditambah lagi hujan lebat tiba-tiba turun. Pesan singkat yang saya kirimkan tidak ada respons darinya menambah rasa kekhawatiran. Tapi, saya mencoba menunggu dengan tenang dan sabar. Saya yakin dia akan baik-baik di luar sana dan selamat sampai di rumah. Jika terjadi sesuatu padanya saya yakin dia akan mengabarkannya kepada saya dengan cara apapun (bener kan, Mas?) :)