Rabu, Februari 10, 2010

Menyeberang Jalan

Sifat ingin selalu dimudahkan, ntah apa nama yang benarnya (sesuai EYD), selalu diinginkan oleh semua orang. Apalagi jika sifat itu sudah menjadi karakternya, di kondisi apapun bisa jadi sifat itu akan dominan. Perubahan statusnya menjadi seorang istri atau suami terkadang tidak serta merta membuatnya menjadi terbalik, (mungkin) pelan-pelan, atau biasa orang menyebutnya 'butuh proses'. Terkadang, ia bisa lupa sehingga lagi-lagi dia memudahkan dirinya sendiri tanpa memikirkan pasangannya. Sampai suatu ketika ia tersadar sendiri atau diingatkan oleh pasangannya. Dari kisah di bawah ini, mungkin bisa kita ambil ibrahnya.

Suatu hari, saya melihat sebuah kejadian di jalan raya. Sepasang suami-istri (saya pikir) berhenti di pinggir jalan setelah menyeberang sambil berbelok dari jalan di seberangnya. Sepertinya si suami sedang mengantar istrinya sampai di tempat berhenti itu, untuk selanjutnya si suami berangkat kerja dengan jalur yang berlawanan dengan si istri (saya pastikan si suami mau berangkat kerja karena pakaiannya mencirikan hal itu). Lalu, si istri mencium tangan suaminya, dan berangkatlah si suami.

Selang beberapa saat, saya perhatikan si istri kesulitan sekali untuk menyeberang karena begitu padatnya arus lalulintas di jalan itu. Lama sekali dia menunggu waktu yang tepat untuk menyeberang. Saya rasa perempuan muda itu bukan seorang yang takut untuk menyeberang karena gelagat seorang penakut atau tidak saya tahu karena sudah sering melihat yang seperti itu. Laju motor yang begitu cepat dan mobil pun tidak kalah cepat begitu menyeramkannya untuk memberanikan diri menyeberang. Ntah berapa menit sudah berselang akhirnya si istri itu menyeberang juga dan naik angkot.

Pertanyaannya: Mengapa si suami tidak mengantar si istri ke arah jalan sebelah kiri yang membuatnya tidak harus menyeberang jalan? Bukankah kalau motor yang memutar (saya melihat ada sebuah putaran tidak jauh dari tempat sepasang suami-istri itu berhenti) lebih mudah ketimbang orang (sendiri) yang harus menyeberang di tengah arus lalulintas yang begitu padat?

Saya tidak mau menyalahkan si suami. Tulisan saya ini bukan mau men-judge si suami lantaran membiarkan istrinya kesulitan menyeberang jalan, ditambah lagi (mungkin) si suami juga tidak tahu seberapa sulit istrinya menyeberang di jalan itu.

Semoga bisa diambil hikmahnya ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar